Page 1024 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 AGUSTUS 2020
P. 1024

MATANGKAN RUU CIPTAKER, DPR JANGAN SEKADAR JADI TUKANG STEMPEL

              -  Pemerintah  bersama  dengan  DPR  terus  mematangkan  omnibus  law    Rancangan  Undang
              Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).

              Di  sisi  lain,  suara  penolakan  juga  terus  digaungkan  berbagai  kalangan,  yang  menilai  hanya
              menguntungkan kalangan pengusaha saja dan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat
              luas.
              Berbagai aksi unjuk rasa terus dilakukan sejumlah elemen masyarakat sipil. Buruh, mahasiswa,
              dan  berbagai  organisasi  masyarakat  dengan  lantang  menyuarakan  penolakan  mereka.  RUU
              Ciptaker setidaknya memuat 11 kluster pembahasan. Di antaranya penyederhanaan perizinan,
              persyaratan investasi, ketenagakerjaan, hingga pengadaan lahan.
              Dari berbagai kluster tersebut muncul berbagai pasal controversial seperti perubahan mekanisme
              upah  dari  kluster  ketenagakerjaan,  besarnya  kewenangan  pemerintah  pusat  dari  kluster
              penyederhanaan  perizinanan,  hingga  minimnya  ruang  negoisasi  bagi  masyarakat  sipil  dalam
              proses pengadaan lahan. Berbagai kejanggalan substansi  RUU Ciptaker  ini sebenarnya diketahui
              masing-masing fraksi DPR. Hanya saja ikatan koalisi membuat mereka terkesan kurang berani
              untuk bersikap berbeda dengan suara pemerintah.

              Pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komarudin mengatakan, dari awal omnibus
              law  RUU  Ciptaker  ini  menjadi  agenda  besar  pemerintah  dan  DPR  yang  diduga  ditunggangui
              kepentingan pengusaha dan merugikan kaum buruh. "Dalam peta politik di parlemen, mau tidak
              mau, suka tidak suka, itu memang menguntungkan pemerintah karena seluruh kekuatan parpol
              yang ada, 85 persen itu bagian dari pemerintah," tuturnya.

              Akibatnya, apapun yang akan dilakukan parpol oposisi atau elemen masyarakat yang menolak
              maka akan menjadi mentah kalau berkaitan dengan partai-partai pendukung pemerintah. "Cuma
              persoalannya katanya pemerintah dan DPR ingin aspiratif, menjaga demokrasi. Kalau sepakat
              dengan demokrasi maka yang namanya kadaulatan rakyat itu harus diutamakan. Jadi bukan
              agenda sendiri yang berjalan, jadi bukan agendanya pemerintah, bukan agenda DPR, bukan
              agenda pengusaha, tapi agenda rakyat," tuturnya.
              Sebab,  menurut  Ujang,  RUU  ini  nantinya  jika  disahkan  menjadi  undang-undang  maka  akan
              mengikat rakyat, mengikat buruh. "Yang paling merasakan dampaknya itu buruh maka jangan
              lagi memaksakan kehendak seperti yang lalu-lalu, seperti revisi UU KPK, revisi UU Minerba,"
              katanya.

              Ujang mengatakan, hal yang menjadi persoalan saat ini adalah bagaimana hari ini kekuatan itu
              dimiliki  oleh  pemerintah  dan  DPR,  justru  berselingkuh  membelakangi  rakyat.  "Ini  bukan
              fenomena demokrasi yang sehat, bukan fenomena demokrasi yang menjunjung nilai-nilai hak
              rakyat. Ketika rakyat ada masalah, ketika rakyat menderita, ketika rakyat menolak, ya jangan
              paksakan untuk disahkan," tuturnya.

              Ditegaskan Ujang, bagaimanapun inti dari demokrasi dan inti dari bernegara adalah bagaimana
              mengikuti kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa ataupun pengusaha. "Hal yang harus
              didahulukan adalah kepentingan rakyat, harus diutamakan daripada kepentingan lain. Ini harus
              menjadi perhatian elite di parlemen," urainya..






                                                          1023
   1019   1020   1021   1022   1023   1024   1025   1026   1027   1028   1029