Page 755 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 AGUSTUS 2020
P. 755
PENGAMAT SEBUT RUU CIPTAKER SENGSARAKAN BURUH
- pengamat politik Rocky Gerung mengatakan kalau RUU Omnibus Law Ciptaker justru ditolak
oleh badan ekonomi dunia seperti Bank Dunia dan IMF. Selain itu, kalau RUU itu sampai gagal
disahkan di DPR, maka dampaknya adalah terpecahnya koalisi pemerintah saat ini. Ia menilai,
parpol koalisi sedang memainkan bargaining dalam isu RUU itu.
"UU ini senjata terakhir presiden untuk pemulihan ekonomi dalam pandemi Covid-19. Jadi
Omnibus ini pamungkasnya presiden. Kalau ini batal, dan tak bisa dinegosiasikan parpol dan
buruh, maka reshuffle batalkan," kata Rocky yang juga merupakan peneliti dari Peneliti
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Jumat, 14 Agustus 2020 - 16:16 Ia menambahkan,
RUU Omnibus Law Ciptaker yang dimotori Partai Golkar adalah untuk mengamankan
kepentingan rente di baliknya, sedangkan di sisi lain PDIP yang tak punya kepentingan dengan
RUU tersebut. Apalagi isi RUU itu dinilai akan menyusahkan para wong cilik yang banyak menjadi
pendukung PDIP.
Ditegaskan Rocky pula, lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi bisa diwujudkan tanpa RUU
Omnibus Ciptaker. Alasannya, pertumbuhan ekonomi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
mampu menembus angka 6 persen tanpa instrumen UU Omnibus Law Ciptaker. "Zaman SBY
pertumbuhan ekonomi 6 persen tanpa adanya UU Omnibus Law ini. Jadi ini jalan pikiran yang
ngaco," kata Rocky.
Jumat, 14 Agustus 2020 - 09:23 Ia menambahkan RUU Omnibus Law Ciptaker ini hanya akan
melayani para investor, dan berpotensi merusak lingkungan tanpa menciptakan lapangan kerja
dan menaikkan pertumbuhan ekonomi. "RUU ini isinya hanya memanjakan investor. Dan
Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan menciptakan kesengsaraan bagi kaum buruh serta
lingkungan. Padahal UUD 1945 menjamin tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak. Jadi konsekuensinya hanya ada dua, tekan uang buruh, dan rusak
lingkungan," tandas Rocky.
Sedangkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan
cluster pekerja dalam RUU tersebut, yakni upah minimum yang berpotensi berkurang bagi buruh
tingkat kabupaten/kota, dan ketentuan kerja kontrak. Menurutnya, UU Omnibus Law Ciptaker
berpotensi menghapus aturan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang umumnya
bernilai lebih besar dari Upah Minimum Provinsi (UMP).
Kamis, 30 Juli 2020 - 10:55 Sedangkan terkait kerja kontrak, menurut Said di dalam RUU
Omnibus Law Ciptaker ada potensi menjadi tenaga kontrak seumur hidup. Karena Pasal 59 UU
Ketenagakerjaan dihapus di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang existing sebagai
protection floor atau perlindungan minimal bagi kaum buruh di industri manufaktur jangan
diubah. Jangan diganti dan jangan direvisi," tegas Said.
Ia menilai, pandemi Covid ini sudah mengubah tatanan ekonomi dunia secara fundamental. "Dari
120 investor dunia yang sudah menanamkan modalnya di Indonesia, gak ada satupun yang
mengatakan bahwa mereka mengharapkan omnibus law ini menjadi prioritas saat ini. Mereka
hanya ingin melihat bagaimana penanganan pemerintah terhadap pandemi virus Covid ini,"
pungkas Said.
(ind).
754