Page 954 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 AGUSTUS 2020
P. 954
MAAF SAJA MBAK PUAN, BURUH TETAP TURUN KE JALAN TOLAK RUU CIPTAKER
Puan menyarankan para buruh tak demo lagi menentang RUU Ciptaker. Para buruh merasa saran
tersebut tak perlu diikuti.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta serikat buruh tak lagi berdemonstrasi untuk menolak
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Sebab demonstrasi, katanya,
"berpotensi menimbulkan kemacetan, mengganggu kenyamanan masyarakat lain, dan jadi
klaster penyebaran COVID-19." Sebagai gantinya, Puan, politikus dari PDIP, meminta para buruh
menyampaikan pendapat "secara legal dan formal" lewat dialog langsung ke DPR, yang
menurutnya "merupakan rumah rakyat" dan selalu "membuka pintu bagi kelompok buruh untuk
menyampaikan aspirasi dengan mendata berbagai persoalan terkait RUU Cipta Kerja." Demikian
katanya dalam rilis, kemarin lusa (25/8/2020).
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBPL) Jumisih mempertanyakan mengapa serikat
buruh dianjurkan tak turun ke jalan untuk protes. Di alam demokrasi, katanya, kebebasan
berekspresi tak bisa dihambat.
Ia lantas mengkritik balik Puan yang beralasan demonstrasi mengganggu ketertiban. "Kalau
buruh menyampaikan aspirasi terus dianggap mengganggu ketertiban masyarakat," kata Jumisih
saat dihubungi wartawan Tirto , Rabu (26/8/2020) siang, "lalu DPR yang membuat UU yang
melanggar HAM dan hajat hidup rakyat Indonesia disebut apa?" Puan juga lupa bahwa
demonstrasi adalah cara menyampaikan pendapat secara legal dan formal. Ia dilindungi
konstitusi, kata Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining
Elitos.
Pasal 28E ayat (3) UUD 194 tegas menyatakan "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Sementara Pasal 24 ayat (1) UU HAM menyebut:
"Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai."
Muhammadiyah Tegas Tolak RUU Ciptaker, Ormas Keagamaan Lain Abu-Abu Nining
mengatakan penolakan terhadap RUU Ciptaker tetap kudu digencarkan dan "perjuangan di
jalanan akan terus dilakukan", alih-alih mengikuti saran Puan untuk dialog saja, selama
"pemerintah da DPR RI hanya sekadar bermanis-manis." Yang dimaksud Nining dengan
"sekadar bermanis-manis" adalah saat pemerintah dan DPR mengelabui buruh dan kelompok
masyarakat sipil lain.
Misalnya dalam pertemuan di Kementerian Ketenagakerjaan pada 29 Januari lalu. Di sana hadir
puluhan perwakilan serikat buruh. Alih-alih membahas peraturan ini bersama, pemerintah
sekadar memberikan sosialisasi.
Seorang ketua serikat mengatakan dalam pertemuan yang hanya berlangsung satu jam itu
"kebanyakan mereka (pemerintah) yang presentasi." Merasa tak dihargai, beberapa orang walk
out.
Nining menilai sosialisasi tanpa ada dengar pendapat dan pembahasan bersama seperti itu hanya
akan jadi alat legitimasi pemerintah: seolah-olah RUU Ciptaker dibahas bersama dan disetujui
kaum buruh.
"Pencatutan nama pun terjadi, padahal sejak awal sampai drafnya diserahkan ke DPR, kami tidak
tahu. Diundang sosialisasi dan ajakan pembahasan setelah sudah diserahkan ke DPR," katanya
saat dihubungi wartawan Tirto , Rabu (26/8/2020) pagi. "Serikat diundang itu setelah ada
demo, kalaupun diundang sangat mendadak, sekadar formalitas saja dan undangan sudah
mendekati rampungnya draf RUU." "Bagaimana mungkin itu bisa sesuai kehendak rakyat [kalau]
sejak dari awal saja sudah tidak ada partisipasi dari berbagai sektor," tambahnya.
953

