Page 250 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 250
mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun. Lebih jauh dia memaparkan, data
portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham LQ-45. Itu artinya isi portfolio
sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif
likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan
harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.
"Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss)
masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia hal itu tercermin dari
pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan
resesi ekonomi," tambah dia. Bukti menunjukkan, sambung Sembel, unrealized loss-nya
naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31
Desember 2020) unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level
6.429 (20 Januari 2021) lalu, unrealized loss nya menurun menjadi Rp14,417 triliun atau
2.91% dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja
emiten BUMN. Naik turun akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.
"Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik
arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat
tergantung dari pergerakan IHSG. Ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya
harga saham, namun yang paling penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi
pasar yang besar dan hal itu yang menjadi portofolio saham BPJS-TK," tegas Roy
Sembel.
Tak cukup sampai disitu, Sembel menegaskan, temuan itu berbeda dengan kerugian
portofolio investasi pada kasus Jiwasraya.
Portofolio saham-saham Jiwasraya, seperti diungkap ke media termasuk golongan
saham kualitas rendah, tidak likuid dan mempunyai kaplitalisasi pasar yang kecil. Banyak
orang menyebut saham-saham "gorengan".
"Jelas hal ini berbeda, meski tampak sama. Banyak perbedaan riil antara kerugian
Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss seperti di BPJAMSOSTEK. Hal
yang mendasar terjadi, seperti persyaratan pemilihan manager investasi. Di
BPJAMSOSTEK sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar," imbuh dia.
Ada perbedaan, tambah dia, dari sisi alokasi aset. Misalnya, porsi saham dan reksadana
di Jiwasraya lebih dari 91 persen (31 Desember 2019). Sementara di BPJAMSOSTEK
pada 31 Desember 2020 lalu hanya 23,56 persen untuk porsi saham dan reksadana.
Dari data itu jelas terlihat bahwa strategi alokasi aset berbeda di antara keduanya.
Kondisi makin nyata ketika menengok portofolio saham Jiwasraya dengan
BPJAMSOSTEK. Seperti diulas sebelumnya, portofolio saham BPJAMSOSTEK termasuk
saham kualitas bagus, likuid dan kapitalisasinya besar. Pendek kata saham blue chip
berfundamental bagus sehingga berbeda dengan portofolio saham Jiwasraya pada
umumnya.
249