Page 264 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 264

Syaratnya  harus  mempunya  dana  kelolaan  minimal  Rp1,5  triliun.  Lebih  jauh  dia
              memaparkan, data portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham LQ-45. Itu
              artinya isi portfolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar
              besar  dan  relatif  likuid.  Tidak  perlu  diragukan  lagi  tentang  saham-saham  LQ-45.
              Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar
              modal di Indonesia.


              "Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss)
              masih  sejalan  dengan  perkembangan  pasar  saham  Indonesia.  Hal  itu  tecermin  dari
              pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan
              resesi ekonomi," tambah dia.

              Bukti menunjukkan, sambung Sembel, unrealized los s-nya naik turun sesuai dengan
              naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss
              mencapai  Rp22,308  triliun,  tapi  ketika  IHSG  di  level  6.429  (20  Januari  2021)  lalu,

              unrealized loss -nya menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2,91% dari total portofolio
              Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN. Naik turun
              akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.

              "Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik
              arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat
              tergantung dari pergerakan IHSG. Ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya
              harga saham. Namun yang paling penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi
              pasar  yang  besar  dan  hal  itu  yang  menjadi  portofolio  saham  BPJS-TK,"  tegas  Roy
              Sembel.


              Tak cukup sampai di situ, Sembel menegaskan, temuan itu berbeda dengan kerugian
              portofolio investasi pada kasus Jiwasraya. Portofolio saham-saham Jiwasraya, seperti
              diungkap  ke  media  termasuk  golongan  saham  kualitas  rendah,  tidak  likuid  dan
              mempunyai  kapitalisasi  pasar  yang  kecil.  Banyak  orang  menyebut  saham-saham
              'gorengan'.

              "Jelas  hal  ini  berbeda,  meski  tampak  sama.  Banyak  perbedaan  riil  antara  kerugian
              Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss seperti di BPJAMSOSTEK. Hal
              yang  mendasar  terjadi,  seperti  persyaratan  pemilihan  manager  investasi.  Di

              BPJAMSOSTEK sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar," imbuh dia.

              Ada perbedaan, tambah dia, dari sisi alokasi aset. Misalnya, porsi saham dan reksadana
              di Jiwasraya lebih dari 91% (31 Desember 2019). Sementara di BPJAMSOSTEK pada 31
              Desember 2020 lalu hanya 23,56% untuk porsi saham dan reksadana. Dari data itu jelas
              terlihat bahwa strategi alokasi aset berbeda di antara keduanya.


              Kondisi  makin  nyata  ketika  menengok  portofolio  saham  Jiwasraya  dengan
              BPJAMSOSTEK. Seperti diulas sebelumnya, portofolio saham BPJAMSOSTEK termasuk
              saham kualitas bagus, likuid dan kapitalisasinya besar. Pendek kata saham blue chip

                                                           263
   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269