Page 31 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 DESEMBER 2020
P. 31
Berdasarkan temuan Cuesta dan Pico (2020), penambahan penduduk miskin di Kolombia akibat
pandemi mencapai 1,5 juta hingga 4,4 juta jiwa. Sekitar 50,5 % penduduk miskin baru
merupakan perempuan dan 81,6% tinggal di daerah perkotaan. Mayoritas orang miskin baru
tersebut merupakan individu yang tidak dapat melanjutkan kerja dan mendapat penghasilan.
Sejak diberlakukannya kebijakan lockdown di berbagai negara, banyak kegiatan yang terpaksa
dilakukan dari rumah, seperti halnya bekerja dan sekolah. Hal ini tentu menimbulkan dampak
berganda terhadap perempuan pekerja. Selain memiliki beban pekerjaan, perempuan dibebani
dengan tanggung jawab memastikan kegiatan belajar mengajar di rumah bagi anak-anak,
merawat anggota keluarga, mengurus rumah, serta mengelola keuangan rumah tangga.
Berdasarkan temuan entitas Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan
Pemberdayaan Perempuan (UN Women) pada 23 Oktober 2020 lalu, terungkap bahwa sejak
pandemi menghantam, sebanyak 36% perempuan pekerja informal harus mengurangi waktu
kerja mereka dan 69% dari mereka mengaku lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan
rumah tangga.
STRES MENINGKAT
Perempuan pun cenderung yang paling banyak mengambil alih tugas mengajar anak-anak di
rumah selama penutupan sekolah. Akibatnya, 57% perempuan mengalami peningkatan stres
dan kecemasan akibat bertambahnya beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak,
kehilangan pekerjaan dan pendapatan serta mengalami kekerasan.
Angka kekerasan terhadap perempuan juga meningkat pada masa pandemi. Mengacu kepada
data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) per Mei 2020,
dari 892 pengaduan yang diterima lembaga itu, 69% di antaranya merupakan kasus kekerasan
dalam rumah tangga.
Mayoritas laporan tersebut masuk pada saat penerapan kebijakan PSBB di sejumlah daerah.
Kondisi ini mengindikasikan adanya pengaruh tekanan ekonomi terhadap kekerasan di dalam
rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya akan meninggalkan trauma bagi
perempuan, tetapi juga dapat menurunkan daya tahan tubuh mereka sehingga rentan terhadap
penyakit.
Pandemi Covid-19 menempatkan perempuan dalam posisi yang kurang menguntungkan.
Pasalnya, kebijakan bekerja dari rumah akan memperburuk ketidaksetaraan gender dalam pasar
tenaga kerja. Apalagi, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan di Indonesia selama
ini terbilang rendah. Per Agustus 2020, TPAK perempuan sebesar 53,13%, sementara TPAK laki-
laki mencapai 82,41 %.
Jika pemberdayaan terhadap perempuan tidak segera mendapatkan perhatian serius, TPAK
perempuan berpotensi mengalami penurunan secara persisten. Padahal, jumlah penduduk usia
kerja perempuan mencapai 102 juta jiwa, lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang
berjumlah 101 juta jiwa (BPS, 2020).
Fenomena yang tengah terjadi di masyarakat ini membuktikan bahwa pandemi telah
memperparah kerentanan ekonomi perempuan dan kesenjangan gender di Indonesia. Kondisi
ini jelas mengancam kemajuan pencapaian Agenda Sustainable Development Goals (SDGs).
Alhasil, mengatasi dampak Covid-19 yang dirasakan perempuan merupakan kunci untuk
memastikan agenda SDGs dapat tercapai.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengawal agenda SDGs tersebut adalah
menyediakan data yang komprehensif dan valid mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap
gender dan pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan data
tersebut, kebijakan yang lebih baik dan tepat sasaran dapat dirumuskan dan diimplementasikan
30