Page 368 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 AGUSTUS 2020
P. 368

Ringkasan

              Peneliti  Institute  for  Development  of  Economics  and  Finance  (Indef),  Ahmad  Heri  Firdaus,
              menyatakan, kemudahan investasi yang digaungkan melalui Rancangan Undang-Undang Cipta
              Kerja (RUU Ciptaker) akan menjadi stimulus untuk menyerap tenaga kerja.



              KEMUDAHAN INVESTASI GENJOT SERAPAN TENAGA KERJA

              Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji  , JAKARTA  - Peneliti Institute for Development
              of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menyatakan, kemudahan investasi yang
              digaungkan  melalui  Rancangan  Undang-Undang  Cipta  Kerja  (RUU  Ciptaker)  akan  menjadi
              stimulus untuk menyerap tenaga kerja.

              "Kalau  dilihat  rule-nya,  pemerintah  ingin  buat  lapangan  kerja  semakin  banyak  lewat  jalur
              investasi, melalui RUU Cipta Kerja," kata Heri saat dihubungi, Kamis (27/8/2020).

              Meski demikian, dirinya mengingatkan, kemudahan investasi dapat menjadi peluang sekaligus
              tantangan bagi pemerintah. Dampaknya kian banyak investasi yang datang bakal meningkatkan
              serapan tenaga kerja secara merata di dalam negeri. Tantangan yang dihadapi juga kian besar.
              Karenanya, pemerintah harus segera menyeleksi investasi yang diizinkan masuk setelah RUU
              Ciptaker disahkan. Disarankan mengutamakan industri padat karya mengingat pengangguran
              menjadi persoalan yang tengah dihadapi.
              "Kalau tidak, serapan tenaga kerjanya akan minim."  Heri mengungkapkan, rasio investasi di
              Indonesia kini tergolong besar terhadap produk domestik besar, sekitar 32%. Tertinggi pertama
              dari konsumsi rumah tangga (55%). Sayangnya, ungkap dia, kontribusi investasi tersebut kurang
              siginifikan  terhadap  serapan  tenaga  kerja.  Pangkalnya,  sebagian  besar  tidak  membutuhkan
              banyak sumber daya manusia (SDM), seperti industri digital dan keuangan.

              "Investor  yang  di  sektor  manufaktur,  contohnya  sektor  jasa  dan  barang,  itu  kontribusinya
              semakin kecil, semakin melandai," jelasnya.

              Selain menyeleksi, pemerintah juga harus mampu dan optimal dalam mengarahkan investasi
              yang masuk. Pun mesti mengelola dana yang datang karena realitasnya kini belum maksimal.

              "Untuk lihat realisasi investasi di Indonesia itu lewat icore (incremental capital output ratio atau
              tingkat  efisiensi  investasi)  dan  icore  Indonesia  itu  cukup  besar  dibanding  negara  tetangga,
              sekitar 6,5," ujarnya.

              "Artinya kalau kita buat suatu produk di Indonesia, handphone misalnya, itu icore-nya 6,5, maka
              di negara tetangga, seperti Vietnam-Malaysia, itu icore-nya cuma 4," tambahnya.

              Semakin  tinggi  nilai  icore,  tingkat  efisiensi  investasi  memburuk.  Tingginya  icore  membuat
              investor  beranggapan  Indonesia  sebagai  negara  boros  modal.  Tugas  pemerintah  berikutnya,
              bagi Heri, memastikan kualitas dan kemampuan SDM di dalam negeri. Jika tidak, investasi yang
              masuk takkan berdampak positif terhadap serapan tenaga kerja.

              "Jadi  kalau  skill  dan  kualitas  SDM-nya,  terutama  di  daerah-daerah  itu  tidak  mumpuni,  ya,
              percuma mereka tidak akan terserap. Yang ada malah perusahaan dibangun, tetapi yang kerja
              atau tenaga kerjanya tetap impor dari luar negeri, seperti dari China," urainya.

              "Makanya, pemerintah harus jamin, beri masyarakat pelatihan kemampuan kerja, bekali mereka
              dengan  keahlian  tertentu  seusai  dengan  kebutuhan  investasi  yang  akan  dibangun  di  daerah
              tersebut," ujarnya..


                                                           367
   363   364   365   366   367   368   369   370   371   372   373