Page 270 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MEI 2021
P. 270
jalan menggelar aksi peringatan Hari Buruh Sedunia pada Sabtu (1/5), membeberkan ada 11
kebijakan yang menyengsarakan buruh.
"Tercatat ada sebelas kebijakan dan peraturan yang menyengsarakan kelas buruh terbit
sepanjang satu tahun pandemi. Empat berupa surat edaran menteri, satu undang-undang, satu
peraturan menteri, satu peraturan presiden, dan empat peraturan pemerintah," kata perwakilan
Gebrak, Nining Elitos melalui keterangan resminya.
Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) itu membeberkan
kebijakan yang bermasalah tersebut.
Nining mengatakan, sepanjang setahun ini pemotongan upah dengan dalih pandemi dilegitimasi
lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 dan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat
Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19.
Dalam aturan itu, kata dia, tidak ada batasan maksimal pemotongan upah dan tidak ada tolok
ukur yang jelas serta ketat mengenai syarat ketidakmampuan keuangan perusahaan sehingga
sangat merugikan kelas buruh.
Sementara itu, kewajiban pengusaha membayar Tunjangan Hari Raya (THR) juga dilemahkan
melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 yang membolehkan
adanya pembayaran THR secara dicicil pada tahun lalu.
Menjelang Idulfitri 2021, Kementerian Ketenagakerjaan kembali mengeluarkan Surat Edaran
Nomor M/6/HK.04/IV/2021 yang masih bermasalah karena tidak memberikan tolok ukur
ketidakmampuan keuangan perusahaan.
"Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan juga mengintervensi kewenangan gubernur dan
bupati/wali kota dengan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor
M/11/HK.04/X/2020 yang meniadakan kenaikan upah minimum dengan dalih pandemi," jelas
dia.
Kendati demikian, Nining menyatakan, masih ada lima provinsi yang mengabaikan surat edaran
itu dan tetap menaikkan upah minimum provinsinya, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi
Selatan, DI Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Nining menambahkan, pemerintah dan DPR juga bertanggung jawab atas terjadinya gelombang
PHK massal selama pandemi karena omnibus law UU Cipta Kerja telah mempermudah terjadinya
pemecatan dan menggerus hak dasar buruh.
"Setidaknya telah terbit empat peraturan pemerintah turunan UU Cipta Kerja yang merugikan
kepentingan kelas buruh, yaitu terkait penggunaan tenaga kerja asing, perpanjangan periode
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," terang dia.
Serentetan aturan bermasalah ini, lanjut Nining, tidak dapat dilepas dari kegagalan skema
pembangunan nasional yang bergantung pada investasi. Menurutnya, ketika terjadi guncangan
pada sistem kapitalisme global seperti hari ini, maka rakyat yang dijadikan tumbal dengan dalih
penyelamatan ekonomi nasional.
"Rakyat pun kehilangan kedaulatan atas akses sumber ekonomi yang selama ini sebenarnya
menopang perekonomian negara lewat konsumsi rumah tangganya," kata dia.
Atas sederet kebijakan bermasalah ini, Gebrak mendesak agar pemerintah mencabut UU Cipta
Kerja beserta peraturan turunannya, memberikan hak dasar buruh, memberikan jaminan
perlindungan atas hak bekerja, serta penghapusan sistem outsourcing .
269