Page 299 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MEI 2021
P. 299
"Kami tidak setuju kalau outsourcing tidak dibatasi, tidak dibatasi jenis pekerjaannya maupun
tidak dibatasi antara kegiatan pokok dan kegiatan penunjung," kata Said.
"Akibatnya apa? Seluruh perusahaan di Indonesia boleh menggunakan outsourcing 100 persen,
this is modern slavery, ini adalah perbudakan zaman modern, istilah daripada hukum
internasional ILO," imbuhnya.
Kemudian, isu prioritas keempat adalah terkait Pengaturan Karyawan Kontrak (PKWT). Dalam
dokumen petisi, tertulis bahwa kebijakan PKWT dalam UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan tujuan
bernegara karena buruh dapat dikontrak dalam jangka pendek, tanpa periode, dan secara terus
menerus atau tanpa batas waktu sehingga menyebabkan buruh kehilangan kesempatan menjadi
karyawan tetap (PKWTT).
Kemudian, isu prioritas kelima adalah terkait Pengaturan Tenaga Kerja Asing (TKA). Di mana,
kata Said, di dalam Undang-Undang Cipta Kerja TKA diberi peluang secara luas untuk bekerja
tanpa suatu izin dengan pengawasan terbatas.
"Ketentuan tersebut tidak menunjukan adanya perlindungan kepada pekerja WNI yang
semestinya mendapatkan prioritas untuk mengisi posisi/pekerjaan tersebut," tulis Said.
Menurut Said, diperlukan pengawasan terhadap TKA yang bekerja di Indonesia.
Isu ketujuh adalah terkait tindak pidana.
"Dalam UUCK diatur: pengusaha yang menggunakan TKA tanpa izin tertulis dari menteri terbebas
dari sanksi pidana; dan tidak dibayarkannya UPMK dan UPH tidak disertai ancaman pidana," tulis
Said.
"Demi memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh sesuai dengan tujuan
bernegara sudah seharusnya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal
menggunakan TKA tak berizin dan tidak membayar UPMK dan UPH kepada pekerja dikenai sanksi
pidana," imbuhnya.
Isu kedelapan adalah terkait pengaturan cuti dan istirahat. Di mana, kata Said, di salam Undang-
Undang Cipta Kerja hak libur (1 hari) hanya diberikan kepada buruh yang bekerja selama 6 hari
dalam seminggu.
Kemudian hak upah buruh tidak dibayarkan apabila buruh menggunakan cuti tahunan dan tidak
ada lagi hak istirahat/cuti panjang yang diberikan kepada buruh.
"Aturan-aturan tersebut sama sekali tidak memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi
buruh," tulis Said.
Menurutnya, perlu ada ketentuan khsuus bagi buruh yang bekerja selama 5 hari dalam seminggu
dan buruh yang menggunakan cuti tahunan harus pula tetap dibayarkan upahnya; dan hak cuti/
istirahat panjang buruh harus tetap diberikan.
Kemudian, isu terakhir adalah waktu kerja.
"Dalam UUCK diatur: waktu lembur buruh dapat diberikan kepada buruh sampai dengan 4
jam/hari dan 18 jam/minggu," tulis Said.
"Ketentuan tersebut mengakibatkan waktu kerja buruh menjadi lebih panjang dan mengurangi
hak libur bekerja bagi buruh . Demi memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada buruh
seharusnya waktu lembur ditentukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam/minggu," imbuhnya.
298