Page 707 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MEI 2021
P. 707
GELAR AKSI BESAR-BESARAN, INI 3 TUNTUTAN UTAMA BURUH
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day jatuh pada
hari ini Sabtu (1/5/2021). Rencananya 50 ribu buruh akan menggelar aksi besar-besaran hari
ini.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal massa buruh dari KSPI
yang akan mengikuti May Day sekurang-kurangnya berjumlah 50 ribu buruh.
"Mereka tersebar di 3.000 perusahaan/pabrik, 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi. Seperti DKI
Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Riau, Kepulauan
Riau, Aceh, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Sulawesi
Selatan, Maluku, dan sebagainya," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Kamis (29/4/2021).
Apa saja tuntutan buruh dalam aksi May Day kali ini? 1. Batalkan Omnibus Law Cipta Kerja
Omnibus law UU Cipta Kerja tidak memberi kepastian pendapatan (income security) bagi kaum
buruh. Bahkan keberadaannya cenderung mereduksi atau mengurangi hak-hak buruh yang
tertuang di dalam UU Ketenagakerjaan. Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Kamis (29/4/2021).
Itulah sebabnya, hingga saat ini kaum buruh terus berjuang agar UU Cipta Kerja dibatalkan.
Salah satunya adanya dengan mengajukan uji materi dan uji formil ke Mahkamah Konstitusi.
Termasuk dengan melakukan aksi besar-besaran di Hari Buruh Internasional (May Day) untuk
menyuarakan tuntutannya.
"Hilangnya kepastian pendapatan itu terlihat, bahwa di dalam UU Ketenagakerjaan Upah
Minimum terdiri dari UMP, UMSP, UMK, UMSK Kenaikan Upah Minimum berdasarkan hasil KHL
(UU 13/2003) dan atau inflasi plus pertumbuhan ekonomi (PP 78/2015). Tetapi di dalam UU
Cipta Kerja, UMK bersyarat, UMSK dan UMSP hilang, serta kenaikan Upah Minimum hanya
berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi saja," kata Said Iqbal.
2. Tolak outsourcing Penolakan kaum buruh terhadap omnibus law bukan tanpa alasan. "Bagi
kami, UU Cipta Kerja menghilangkan kepastian kerja (job security), kepastian pendapatan
(income security), dan jaminan sosial (social security," kata Said Iqbal.
Terkait dengan tidak adanya kepastian kerja, hal ini tercermin dari dibebaskannya penggunaan
outsourcing untuk semua jenis pekerjaan. Sehingga bisa saja, seluruh buruh yang dipekerjakan
oleh pengusaha adalah buruh outsourcing. Begitu pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak
ada lagi batasan periode kontrak. Sehingga buruh bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan
kali.
3. Tolak upah murah Berkenaan dengan tidak adanya kepastian pendapatan, hal ini terlihat dari
dihilangkannya upah minimum sektoral. Di samping adanya klausa bahwa upah minimum
kabupaten/kota "dapat" ditetapkan. Kata dapat di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga
tidak. Jika tidak ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan.
Said menjelaskan hilangnya kepastian pendapatan para buruh tercermin dalam pengertian
bahwa Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dapat diputuskan oleh gubernur. Menurutnya kata
'dapat' menunjukkan ketidakpastian karena gubernur juga tidak bisa menetapkan.
"Tidak ada kepastian, karena menggunakan kata-kata 'dapat'. Berarti tidak ada kepastian,
kembali kepada rezim upah murah," ucapnya.
Jika gubernur tidak bisa menetapkan maka yang diberlakukan adalah Upah Minimum Provinsi
(UMP). Said menilai jika UMP yang diberlakukan maka upah yang diterima para buruh yang
tadinya secara sektoral akan turun jauh. (dtf).
706