Page 124 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 124
MENAKER: PEKERJA ANAK DI INDONESIA TEMBUS 1,5 JUTA ORANG
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan komitmennya untuk terus berupaya
menghapus pekerja anak. Dalam perkembangannya pemerintah sudah melakukan penarikan
pekerja anak dari berbagai jenis pekerjaan terburuk sejak 2008. Dalam periode 2008 s.d. 2020
terdapat 143.456 pekerja anak yang telah ditarik dari sekitar 1,5 juta pekerja anak yang berumur
10-17 tahun berdasarkan Data survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh BPS pada
2019. Hal ini disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, saat menyampaikan keynote
speech pada acara "End Child labour virtual race 2021" yang diselenggarakan oleh ILO dalam
rangka World Day Against Labour 2021secara virtual di Jakarta, Sabtu (12/6/2021).
Ida menyampaikan bahwa pemerintah memiliki komitmen besar untuk menghapus pekerja anak.
Hal ini ditandai dengan ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999. Selain itu, pemerintah
juga memasukkan substansi teknis yang ada dalam Konvensi ILO tersebut dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. "Kami di Kementerian Ketenagakerjaan
serius dan tegas dalam melakukan berbagai upaya konkrit guna mengurangi pekerja anak di
Indonesia," jelas Ida.
Berbagai upaya yang akan di lakukan di tahun 2021 ini di antaranya pertama, meningkatkan
kesadaran masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan pada kelompok rentan, agar peduli
pada pemenuhan hak anak dan tidak melibatkan anak dalam pekerjaan berbahaya. Hal ini
dilakukan di antaranya melalui supervisi ke perkebunan kelapa sawit dan perkebunan tembakau.
Kedua, langkah-langkah koordinasi dan asistensi untuk mengembalikan anak-anak ke
Pendidikan, dengan menggunakan berbagai pendekatan. Ketiga, memberikan pelatihan pada
pekerja anak dari Kelompok Rentan (Putus Sekolah dan Keluarga Miskin) dalam program
pelatihan berbasis komunitas dan pemagangan pada lapangan pekerjaan. Keempat,
memfasilitasi intervensi bantuan sosial atau pelindungan sosial pada Kelompok /Buruh dan
keluarga miskin yang terdampak Covid-19 yang memiliki kerentanan terhadap anggota keluarga
untuk menjadi pekerja anak.
Kelima, melakukan supervisi/pemeriksaan ke perusahaan yang diduga mempekerjakan anak.
Keenam, melakukan sosialisasi/penyebarluasan informasi norma kerja anak kepada stake holder.
Dan langkah terakhir, pencanangan zona/ kawasan bebas pekerja anak di Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Ida mengakui, saat ini masih ada anak di Indonesia yang belum memperoleh hak mereka secara
penuh, terutama bagi anak yang terlahir dari keluarga prasejahtera. "Ketidakberdayaan ekonomi
orang tua dalam memenuhi kebutuhan keluarga memaksa anak-anak terlibat dalam pekerjaan
yang membahayakan atau bahkan terjerumus dalam bentuk-betuk pekerjaan terburuk untuk
anak yang sangat merugikan keselamatan, kesehatan, dan tumbuh kembang anak," katanya.
Ida memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pihak atas partisipasinya dalam
penanggulangan pekerja anak, serta mengajak Instansi terkait dan seluruh komponen
masyarakat, untuk bersama-sama mendukung penanggulangan pekerja anak secara nasional.
"Stop pekerja anak! Mari dukung upaya Pemerintah dengan meningkatkan kepedulian kepada
anak-anak sekitar kita," tegas Ida.
Sementara itu, Dirjen Binwasnaker & K3, Haiyani Rumondang, menambahkan, pekerja anak yang
telah berhasil ditarik dari dunia kerja kemudian ditindaklanjuti ke dunia Pendidikan yaitu
Pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), pendidikan non formal (paket A, paket B, paket
C, dan pesantren).
123