Page 88 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2020
P. 88
PAKAR ANGGAP BANYAK HAL NEGATIF PADA RUU CIPTA KERJA BIDANG
PENDIDIKAN
- Pengamat Pendidikan Darmaningtyas mengatakan ada masalah dasar dalam Rancangan
Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) untuk klaster Pendidikan. Salah satunya adalah
hilangnya frase kebudayaan dalam pendidikan nasional.
"Perubahan frase prinsip pendidikan nirlaba menjadi dapat laba, frase izin pendirian sekolah atau
perguruan tinggi menjadi izin pendirian badan usaha dan sentralisasi pendidikan," ujar
Darmaningtyas dalam Webinar Menakar Nasib Sisdiknas di Tengah Belitan Omnibus Law, Senin
(31/8).
Menurut dia, RUU omnibus law ini lahir hanya untuk menumbuhkan semangat komersialisasi,
privatisasi dan liberalisasi pendidikan. Untuk komersialisasi, yakni menjadikan pendidikan itu
komoditas yang perdagangkan guna mendapatkan keuntungan.
"Di sini tidak dilihat sebagai proses kebudayaan yang berperan membentuk karakter bangsa
melainkan sebagai komoditas yang mendatangkan keuntungan," jelasnya.
Kemudian privatisasi, yaitu pengelolaan pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
ekonomi semata atau mengikuti hukum korporasi. Terutama prinsip-prinsip hukum yang
dikembangkan korporasi.
"Kalau kita cermati wacana pendidikan 10 tahun terakhir ini kental dengan terminologi yang
digunakan korporasi, seperti efisiensi, efektivitas, produktivitas, sertifikasi," terang dia.
Padahal dalam pendidikan, prinsip seperti ini harus diabaikan. Dia pun memberikan contoh, di
program studi Pedagalangan itu rata-rata mahasiswanya hanya 10, namun ada dosen 20. Jika
memakai prinsip korporasi, tentu jurusan itu harus ditutup.
"Saya kira prodi Pedagalangan diperlukan karena dari sana dibentuknya kebudayaan masyarakat
itu dipelihara. Kalau kita melihat prinsip efisiensi dan produktivitas, termasuk untuk jurusan
filsafat, arkeologi, antropologi mungkin juga harus ditutup. Kita tidak boleh melihat sebagai
komoditas saja, tetapi juga melihat bagian dari pembentukan karakter," tambahnya.
Terakhir adalah semangat liberalisasi, di mana pendidikan secara perlahan dilepaskan dari
tanggung jawab negara. Di Indonesia sendiri, perguruan tinggi negeri (PTN) dibagi menjadi PTN
murni, PTN pengelolaan keuangan badan layanan umum (BLU) dan PTN badan hukum, di mana
PTN tersebut diberikan keleluasaan dalam rekrutmen mahasiswa.
"Seperti seleksi mandiri itu sebetulnya strategi untuk meraih pendapatan yang besar dari
mahasiswa, ini semangat dari liberalisasi," jelas Darmaningtyas.
Tiga semangat itu cukup menonjol menurutnya, dengan ideologi yang ditawarkan RUU Ciptaker
adalah neoliberal yang mengabaikan aspek kebudayaan sebagai pendidikan nasional.
"Pendidikan ditempatkan sebagagi tempat usaha, sedangkan ini pendiriannya disebut izin usaha.
Ini menyesatkan bagi kita nah harus dilawan," pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam RUU Ciptaker Bidang Pendidikan, terdapat tiga UU yang akan
disederhanakan dan diubah. Itu adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU Nomor 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, adapun perubahan tersebut akan mengarah untuk
menjadikan lembaga pendidikan sebagai barang dagangan.
Editor : Dimas Ryandi .
87