Page 63 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 SEPTEMBER 2021
P. 63

TURUNAN UU CIPTAKER TAK BERI RUANG BURUH NEGOSIASI KENAIKAN UMP

              JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
              menilai perhitungan upah minimum provinsi 2022 berdasarkan kondisi ekonomi makro tahun
              berjalan tidak memberikan ruang bagi buruh untuk menegosiasikan kebutuhannya.

              Adapun,  penghitungan  upah  minimum  provinsi  (UMP)  melalui  kondisi  makro  perekonomian
              tersebut  berasal  dari  amanat  Peraturan  Pemerintah  (PP)  Nomor  36  Tahun  2021  tentang
              Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

              "Dari proses demokratisasi ini menurun. Kita tidak ada lagi ruang bernegosiasi, tidak ada lagi
              ruang untuk memastikan bagaimana kondisi riil di lapangan, ini kan berdasar data-data saja dari
              Badan  Pusat  Statistik  [BPS],"  kata  Timboel  melalui  sambungan  telepon  kepada  Bisnis,  Rabu
              (8/9/2021).

              Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021, disebutkan perhitungan batas atas
              UMP diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota
              rumah tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah
              tangga.

              Sementara itu, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP.
              Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas
              dan batas bawah UMP pada wilayah terkait.

              "Kalau batas atas itu lebih rendah dari pada UMP tahun berjalan maka dia tidak naik upah. UMP-
              nya tidak naik pakai UMP tahun berjalan. Gubernur tidak boleh menyimpang dari itu," kata dia.

              Di sisi lain, ketentuan ihwal standar Hidup Layak atau KHL dihapus dari perhitungan UMP tahun
              depan. Seluruh, komponen penghitungan menggunakan indikator makro pertumbuhan ekonomi
              dan konsumsi masyarakat.

              "Kalau kita lihat KHL ini harusnya dilihat realitasnya di lapangan. Makanya harus survei ke pasar
              tidak berdasar pada data-data di BPS. Misalnya, inflasi itu kan menghitung barang yang sangat
              rendah sampai mewah. Menurut saya ini bias," tuturnya.

              Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menuturkan penetapan UMP
              2022 sepenuhnya menggunakan data perekonomian makro dan ketenagakerjaan tahun berjalan.

              "Penghitungan UMP berdasar pada kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang meliputi
              daya beli, median upah dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semua data itu kita peroleh dari
              lembaga yang memiliki kewenangan," kata Anwar melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu
              (8/9/2021).

              Kendati demikian, Anwar tidak menampik, adanya sejumlah perdebatan selama pembahasan
              penetapan UMP itu di forum tripartit beberapa pekan terakhir. Perdebatan itu terkait dengan
              besaran UMP tahun depan.

              "Biasa dalam diskusi dewan pengupahan ada hal-hal yang berbeda pendapat. Namun semua
              basisnya adalah data yang diambil dari lembaga yang punya otoritas," kata dia.

              Seperti  diberitakan  sebelumnya,  perekonomian  Indonesia  tumbuh  7,07  persen  pada  kuartal
              II/2021. Pertumbuhan yang menandai lepasnya Indonesia dari resesi tersebut ditopang oleh
              kinerja yang membaik pada sejumlah indikator, termasuk konsumsi rumah tangga.




                                                           62
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68