Page 193 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 SEPTEMBER 2020
P. 193

"Hanya beberapa ada materi-materi pending di beberapa UU sektor yang masih (harus dibahas)
              dan InsyaAllah hari ini akan kami selesaikan," katanya.
              Lalu,  setelah seluruh  pasal  di  10  klaster  tersebut  disepakati semua  pihak,  barulah besoknya
              klaster terakhir yaitu Klaster Ketenagakerjaan bisa kembali dibahas.

              "Dan  mudah-mudahan  besok  kita  masuk  ke  klaster  yang  terakhir  yakni  Bab  4  tentang
              Ketenagakerjaan," ungkapnya.

              Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan
              ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu. Hal ini untuk
              merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

              Sebagaimana diketahui, salah satu klaster dalam RUU Cipta Kerja yang paling banyak disorot
              dan dikritik adalah bagian ketenagakerjaan ini. Kritik paling kencang terutama datang dari para
              serikat buruh. Mereka menganggap pasal-pasal di sana menghilangkan banyak hak-hak buruh
              yang diatur dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

              Selain itu, RUU Cipta Kerja ini juga mengatur perluasan sistem kerja kontrak dan outsourcing
              yang dianggap akan lebih merentankan para pekerja. RUU ini juga dianggap mempermudah
              PHK.  Apalagi,  selama  ini  buruh  minim  dilibatkan  dalam  pembahasan  peraturan  ini,  padahal
              merekalah yang paling terdampak.

              Selain  klaster  ketenagakerjaan,  ada  10  klaster  lainnya  dalam  RUU  ini  terdiri  dari  klaster
              penyederhanaan  perizinan,  persyaratan  investasi,  kemudahan  berusaha,  serta  kemudahan,
              pemberdayaan,  dan  perlindungan  UMKM  dan  perkoperasian.  Kemudian,  dukungan  riset  dan
              inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek
              strategis nasional, dan kawasan ekonomi. (eds/eds)    .










































                                                           192
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198