Page 95 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 Februari 2021
P. 95
RPP KLASTER KETENAGAKERJAAN RAMPUNG, BEGINI RESPONS PENGUSAHA DAN
SERIKAT PEKERJA
Pemerintah terus berupaya untuk segera menuntaskan RPP UU Cipta Kerja, terutama klaster
ketenagakerjaan. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan sejak penyusunan RUU
Cipta Kerja, pihaknya berkomitmen untuk membahas klaster ketenagakerjaan dalam forum
triparti yang terdiri dari pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat buruh.
Setelah berlakunya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Ida mengatakan pihaknya masih
memfasilitasi agar 4 RPP UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan juga dibahas dalam forum
tripartit. 4 RPP itu meliputi RPP tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; RPP tentang Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan
Kerja (PKWT-PHK); RPP tentang Pengupahan; dan RPP tentang Penyelenggaraan Program JKP.
" Alhamdulillah, keempat RPP tersebut telah selesai kami bahas dan disepakati bersama-sama
antara serikat pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah. Jadi semua pihak telah dilibatkan,"
kata Ida dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/2/2021) kemarin.
Ketua DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, secara singkat mengatakan organisasinya mendukung
UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya, serta berkomitmen untuk mensukseskan
implementasinya. Menurutnya, UU Cipta Kerja dan aturan turunannya membenahi peraturan
yang selama ini dianggap menghambat perluasan lapangan pekerjaan.
Pihaknya mendorong agar semua sektor usaha bisa mengikuti aturan UU Cipta Kerja dan aturan
turunannya khususnya di bidang ketenagakerjaan. "Kemampuan kalangan dunia usaha untuk
patuh (terhadap peraturan, red) diharapkan semakin baik termasuk untuk kalangan usaha mikro
dan kecil," harapnya.
Tidak terlibat Presiden KSPI, Said Iqbal, menegaskan KSPI dan KSPSI pimpinan Andi Gani (AGN)
dan serikat buruh lainnya tidak pernah dan tidak akan terlibat dalam pembahasan RPP UU Cipta
Kerja. "Tidak mungkin buruh yang menolak UU Cipta Kerja, kemudian secara bersamaan juga
terlibat di dalam pembahasan RPP klaster ketenagakerjaan," kata Iqbal.
Iqbal menegaskan KSPI dan KSPSI AGN masih menunggu hasil proses uji materi di MK terhadap
UU Cipta Kerja. Jika MK mengabulkan uji materi itu, maka pembahasan RPP UU Cipta Kerja akan
sia-sia. Iqbal juga mengkritik materi dalam RPP UU Cipta Kerja, salah satunya RPP tentang
PKWT-PHK yang mengatur pembayaran kompensasi pesangon dapat dibayar lebih rendah dari
UU Cipta Kerja jika perusahaan mengalami kerugian.
Iqbal menegaskan UU Cipta Kerja intinya mengatur pesangon yang diberikan kepada buruh
“harus sesuai dengan ketentuan.” Hal ini berarti nilai pesangon yang diberikan buruh yang
mengalami PHK dengan alasan apapun tidak boleh kurang dari besaran yang diatur dalam UU
Cipta Kerja. Menurut Iqbal, RPP ini sama seperti substansi UU Cipta Kerja yakni sangat merugikan
buruh. Oleh karena itu, Iqbal meminta MK untuk mencabut atau membatalkan UU Cipta Kerja.
“Kami meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan dan pengesahan RPP tersebut,”
tegasnya.
Presiden KSBSI, Elly Rosita, mengatakan sejak awal KSBSI memang diundang pemerintah untuk
membahas RPP UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan, tapi tidak pernah hadir. KSBSI hanya
pernah mengutus federasi yang tergabung dalam KSBSI untuk hadir dalam rapat pembahasan
RPP JKP secara daring dan memberi masukan. Menurutnya, program JKP baik bagi buruh karena
buruh tidak dibebani lagi oleh iuran.
“Walaupun kami memberi masukan untuk RPP JKP, tapi uji materi UU Cipta Kerja yang kami
mohonkan di MK tetap berjalan terus,” katanya.
94