Page 34 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 FEBRUARI 2021
P. 34
KEJAGUNG PERIKSA EMPAT PEJABAT BPJS KETENAGAKERJAAN
JAKARTA -- Penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa
empat pejabat internal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker),
Selasa (16/2).
Pemeriksaan tersebut merupakan lanjutan dari penyidikan dugaan korupsi dan penyimpangan
investasi BPJS Naker yang ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp 200-an triliun.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Leonard
Ebenezer Simanjuntak menerangkan, dalam penyidikan kali ini, tim di Jampidsus memeriksa
delapan nama.
"Yang diperiksa hari ini, yaitu FL, PI, CT, IH, EIS, VD, ABY, dan HK. Semuanya masih berstatus
saksi-saksi," kata Ebenezer dalam keterangan resmi penyidikan yang diterima wartawan di
Jakarta, Selasa (16/2).
Dari delapan nama saksi terperiksa tersebut, empat di antaranya adalah pejabat di internal BPJS
Naker. Mereka antara lain, PI yang menjabat selaku deputi direktur pasar modal di BPJS Naker.
Sementara CT, diperiksa terkait jabatannya selaku diler pasar uang di BPJS Naker. Adapun IH,
diperiksa sebagai saksi lantaran posisinya sebagai asisten deputi bidang pasang uang di BPJS
Naker.
Terakhir HK, diperiksa seagai saksi dalam jabatannya selaku deputi direktur investasi langsung
di BPJS Naker. Adapun inisial lainnya, adalah para direktur utama, dan manajemen operasional
perusahaan sekuritas, pengelola aset dari swasta.
"Saksi-saksi tersebut, diperiksa untuk penyidik mencari fakta-fakta hukum, dan mengumpulkan
alat-alat bukti tentang perkara tindak pidana korupsi pada pengelolaan keuangan dan investasi
di BPJS Ketenagakerjaan," terang Ebenezer.
Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah pernah mengungkapkan, potensi kerugian
sementara dari penanaman investasi saham dan reksa dana yang dilakukan BPJS Naker
mencapai Rp 20 triliun. Febrie mengatakan, dari penyidikan sementara, potensi kerugian negara
tersebut, terjadi berturut pada tiga tahun periode pembukuan di BPJS Naker.
Meskipun tak menyebutkan periodeisasi tahunan kerugian, namun Febrie menegaskan,
penyidikan saat ini, masih fokus mencari bukti-bukti untuk menjadi dasar penetapan tersangka,
penanggung jawab, serta pemegang keputusan transaksi.
"Kita saat ini, sedang mendalami untuk memastikan, apakah kerugian ini karena perbuatan
seseorang, sehingga masuk dalam kualifikasi pidana, atau risiko bisnis," ujar Febrie saat ditemui
Republika di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan, Jakarta, pada Kamis (11/2).
Febrie meyakini, potensi angka kerugian dengan nilai sebesar itu, tak lazim disebut sebagai risiko
bisnis. "Dalam tiga tahun bisa rugi sampai Rp. 20 T (triliun). Kalau itu kerugian bisnis, apakah
memang analisanya sebodoh itu, bisa sebesar itu? Karena analisanya memang salah, atau
sengaja dibuat salah, untuk maksud tertentu," terang Febrie.
Sebab itu, dikatakan Febrie, tim penyidikannya, sedang memilah-milah sejumlah investasi saham
dan reksa dana yang dilakukan manajemen BPJS Naker untuk menemukan motif dari analisis,
dan transaksi sebagai salah satu dasar menetapkan tersangka.
"Jadi jaksa mendalami ini. Kerugian yang mencurigakan itu, apakah ada kesengajaan untuk
dibuat merugikan BPJS Ketenagakerjaan," terang Febrie menambahkan.
33