Page 167 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 AGUSTUS 2020
P. 167

"Sehingga bisa dicapai win-win solution antara buruh dan pengusaha. Dengan demikian tidak
              ada yang dirugikan satu sama lain. Karena hakekat keberadaan sebuah undang-undang adalah
              untuk menjawab persoalan secara bersama-sama," kata Bamsoet -panggilan ketua MPR.

              Hal  itu  disampaikannya  usai  menerima  perwakilan  buruh  dari  KSBSI,  KSPSI,  KSPN,  K-
              SARBUMUSI, FS KAHUTINDO, dan FSP BUN, di ruang kerja ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (25/8).
              Saat itu juga hadir Ketua Umum SPSI Yorrys Raweyai, DEN KSBSI Elly Silaban, DPP KSPSI Bibit
              Gunawan, DPP KSPN Ristadi, dan DPP K-SARBUMUSI Syaifullah Bahri.

              Mantan ketua DPR RI itu juga mengapresiasi catatan yang disampaikan buruh terhadap klaster
              ketenagakerjaan agar dikembalikan sesuai ketentuan hukum sebelumnya.

              Sebagai contoh, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan berbagai putusan atas gugatan buruh
              di masa lalu terkait uji materi UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

              Ada  juga  putusan  MK  terkait  isu  Perjanjian  Kerja  Waktu  Tertentu  (PKWT),  upah,  pesangon,
              hubungan  kerja,  PHK,  penyelesaian  perselisihan  hubungan  industrial  serta  jaminan  sosial.
              Keputusan tersebut final dan mengikat, sehingga masih layak dijadikan sebagai dasar hukum.

              Sedangkan ketentuan mengenai sanksi, karena tidak pernah diajukan gugatan uji materi ke MK,
              jadi bisa tetap mengacu kepada UU No.13/2003.

              "Kabar  terbaru  dari  kawan-kawan  di  Badan  Legislasi  DPR  RI,  mereka  akan  mengakomodir
              keinginan  buruh  tersebut.  Sehingga  seharusnya  sudah  bisa  dicapai  win-win  solution,"  tutur
              Bamsoet.

              Menurut wakil ketua umum KADIN Indonesia ini, masalah terbesar dunia usaha bukanlah pada
              sektor  ketenagakerjaan.  Data  Badan  Koordinasi  Penanaman  Modal  menunjukan  hambatan
              terbesar investasi dunia usaha terletak pada perizinan (32,6 persen), pengadaan lahan (17,3
              persen) dan regulasi/kebijakan (15,2 persen).

              Di sisi lain, temuan Bank Dunia terhadap kemudahan berbisnis di suatu negara (Ease of Doing
              Business 2020), menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 190 negara dunia. Sementara di
              ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-6 dari 10 negara.

              "Sebagian besar karena ego sektoral kementerian/lembaga serta tumpang tindih kewenangan
              bupati dan gubernur. Masalah inilah yang sedang dicarikan jalan keluarnya dalam omnibus law
              RUU Cipta Kerja," jelas politikus Golkar ini.
              Sementara masalah ketenagakerjaan, kata Bamsoet, seharusnya tak terlalu menjadi persoalan
              karena sudah ada putusan MK maupun UU No.13/2003. Sehingga antara buruh dan pengusaha
              tak perlu ada yang merasa dirugikan atas kehadiran RUU Cipta Kerja.

              (ikl/jpnn).


















                                                           166
   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172