Page 370 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 AGUSTUS 2021
P. 370

Kejadian  itu  bermula,  saat  Dedi  Mulyadi  menemui  warga  Kecamatan  Sukasari,  yang  hutan
              bambunya dibabat oleh orang mengaku memiliki izin perhutanan sosial untuk dijadikan kebun
              pisang.

              Di  perjalanan,  Dedi  melihat  sebuah  truk  semen  besar  yang  melintas.  Rupanya  truk  tersebut
              menuju ke pabrik hebel yang berada di jalur Maracang-Babakan Cikao. Akhirnya, ia menuju ke
              pabrik tersebut untuk meminta penjelasan.

              Sesampainya di sana, Dedi bertemu dengan dua orang pria penjaga yang bertugas mencatat
              keluar  masuk  barang  dan  mobil.  Salah  satu  pria  tersebut  rupanya  seorang  WN  China  yang
              mengaku bernama Lauchen.

              WNA  tersebut  terlihat  tidak  bisa  menjawab  pertanyaan  Dedi  yang  menanyakan  siapa
              penanggung jawab perusahaan. Ia mengaku hanya tahu bahwa bosnya bernama Tayo yang juga
              seorang WN China sedang pulang ke negara asalnya.

              "Saya enggak tahu," ucap WNA yang tidak fasih berbahasa Indonesia itu, dalam siaran pers yang
              dikirim Dedi Mulyadi, Jumat (13/9).

              Sementara itu, pria lainnya yang bekerja di tempat tersebut membenarkan jika Lauchen adalah
              seorang WN China bertugas mencatat keluar masuk barang dan mobil atau biasa disebut DO.

              "DO langsung sama WNA? Tidak ada orang Indonesia yang bisa DO?" tanya Dedi Mulyadi.

              "Ada DO yang orang Indonesia juga tapi shift pagi-siang. Kalau dia (WNA China) malam," kata
              pria rekan WNA itu.

              Karena  tak  mendapat  penjelasan  mengenai  perusahaan  tersebut,  Dedi  pun  langsung
              meninggalkan lokasi untuk melanjutkan perjalanan menemui warga di Kecamatan Sukasari.

              Dalam  perjalanan,  Dedi  menelepon  seorang  pejabat  Dinas  Pekerjaan  Umum  Kabupaten
              Purwakarta  untuk  memberikan  saran  atas  apa  yang  menjadi  temuannya.  Salah  satunya  ia
              menyarankan agar pemerintah tegas melarang truk bertonase besar melintas jalan tersebut.

              "Saya  sarankan  larang melintas  atau  perusahaan  buat  jalan  sendiri.  Karena  pemerintah  rugi
              membuat  dan  merawat  jalan  untuk  masyarakat,  malah  dirusak  oleh  satu  perusahaan.  Coba
              hitung saja berapa pajak yang dibayar mereka apakah seimbang dengan kerusakan jalan dan
              polusinya?  Sungguh  tidak  seimbang.  Sayang  sudah  bangun  jalan  untuk  kepentingan  publik
              malah rusak oleh satu perusahaan," ujar Dedi.

              Selain itu, Dedi juga menelepon Kepala Disnakertrans Kabupaten Purwakarta Titov Firman untuk
              menanyakan apakah boleh dan lazim seorang WNA bekerja menjadi petugas pencatat keluar
              masuk barang dan mobil di sebuah perusahaan.

              "Boleh enggak sih TKA tugasnya jadi tukang ngecek barang bukan jadi tenaga kerja terampil.
              Tidak bisa ngomong Bahasa Indonesia lagi," tanya Dedi.
              "Enggak, Pak," jawab Titov.


              Meski begitu, Titov mengaku akan menindaklanjuti laporan Dedi Mulyadi agar terdapat kejelasan
              mengenai WNA China yang bekerja di pabrik hebel tersebut. [rnd]







                                                           369
   365   366   367   368   369   370   371   372   373   374   375