Page 19 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 OKTOBER 2021
P. 19
Akibat kekurangan pekerja, negara-negara itu mencari pekerja dari negara lain, termasuk
Indonesia. "Beberapa waktu lalu salah satu negara bagian di AS mengontak kita untuk menjajaki
kemungkinan perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI), terutama di sektor kesehatan,
manufaktur, dan agrikultur," kata Anwar saat dihubungi, Rabu (20/10/2021).
Ia mengatakan, permintaan terhadap pekerja migran Indonesia saat ini sangat besar, sekitar
30.000 orang untuk satu negara bagian. Pemerintah masih menjajaki peluang kerja sama itu.
"Perihal standar gaji masih bisa dirundingkan dan itu menjadi bahan diskusi berikutnya. Ini akan
serius digarap, potensinya sangat besar," kata Anwar.
Peluang itu diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja bagi angkatan kerja dalam negeri
yang sangat banyak. Sejauh ini kondisi pasar tenaga kerja di dalam negeri mulai kembali
seimbang antara komposisi permintaan dan penawaran. Meski demikian, sejumlah kelompok
pekerja masih sulit mencari dan mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data Pusat Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, terjadi kenaikan yang cukup
signifikan terkait sisi penawaran dan permintaan di pasar tenaga kerja. Per 17 Oktober 2021
tercatat ada 40.078 lowongan kerja, meningkat dalam dua bulan terakhir dibandingkan kondisi
per 1 Agustus 2021 yang sebanyak 28.197 lowongan.
Perusahaan yang membuka lowongan kerja bertambah dari 8.663 perusahaan pada Agustus
2021 menjadi 11.698 perusahaan per 1 Oktober 2021. Jumlah pencari kerja juga bertambah,
mengimbangi penambahan lowongan kerja dalam dua bulan terakhir. Per 17 Oktober 2021
tercatat ada 777.347 orang pencari kerja, naik hampir 439.557 orang dibandingkan dengan
Agustus 2021.
Peluang bertransisi
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menilai, pasar kerja di negara maju yang
mengalami krisis pekerja itu menjadi peluang baik. Ada potensi bertransisi dari penempatan
tenaga kerja di ne-gara-negara yang selama ini problematik ke negara-negara yang lebih
"ramah" dan juga konsekuen dari sisi penegakan hak asasi manusia.
Menurut dia, selama ini negara seperti AS dan Inggris dinilai sebagai negara tujuan penempatan
pekerja migran yang lebih patuh pada aturan ketenagakerjaan. Inggris bahkan mempunyai
Undang-Undang Anti-Perbudakan Modern yang juga dijadikan standar untuk mempekerjakan
pekerja migran.
Selama ini pemerintah terlalu fokus menjajaki penempatan di negara-negara yang kerap
problematik dari sisi perlindungan ketenagakerjaan. "Jadi, ini peluang yang baik untuk beralih
ke negara-negara yang lebih ramah soal ketenagakerjaan. Ibaratnya ada transisi dari pasar
becek ke pasar modem," katanya.
Sesuai data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2020, 10 negara
terbesar penempatan pekerja migran Indonesia ialah Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Singapura,
Arab Saudi, Brunei Darussalam, Polandia, Jepang, Korea Selatan, dan Italia.
Wahyu mengingatkan, kesepakatan terkait hak dan standar ketenagakerjaan perlu dipertegas
dari awal penjajakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah seperti biaya penempatan
yang selama pandemi ini membengkak dan justru dibebankan kepada calon pekerja migran.
Di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan informasi kerja yang valid, resmi, dan sesuai
dengan alur rekrutmen menurut undang- undang. "Jangan sampai ini membuka celah perekrutan
dan penempatan gelap yang memperparah kasus perdagangan orang terhadap calon pekerja
migran kita," kata Wahyu. (AGE)
18