Page 372 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 372

lintas universitas dan disiplin ilmu. Bagian utamanya datang
               dari UGM dan ITB. Dan di pertemuan lintasan ilmu itu adalah
               dongeng dan legenda, yang menghubungkan geologi dan sastra,
               sejarah bumi dan sejarah manusia, sejarah obyektif dan sejarah
               subyektif.
                   “Kapan rombongan riset akan datang, Jat?”
                   “Akhir bulan ini.”
                   Kami mendengar ledakan lagi. Getarannya terasa sampai
               ke sini. Beberapa ekor burung beterbangan dari jambul hutan
               yang terkena kejut. Lalu Parang Jati mengajak aku dan Marja
               menjelajahi perbukitan dan menyaksikan truk­truk yang mulai
               mengangkuti  bebatuan  dari  ekor  sang  nagagini  yang  mulai
               digerogoti.  Kami  melihat  kulit  hijau  hewan  betina  itu  mulai
               terkelupas di sana sini, menampakkan warna putih daging dan
               tulangnya yang terkuak oleh ledakan sedikit demi sedikit. Jalur
               truk pengangkut meliuk­liuk menebarkan debu ke udara. Kami
               berkendaraan melewati pos polisi yang, entah kenapa, kali itu
               sedang kosong. Hanya ada dua ekor monyet yang tampaknya
               baru dirantai di dua batang pohon. Marja hendak menumpang
               kencing. Aku mengantarnya ke kakus di belakang bangunan,
               meski akhirnya ia memilih buang air di semak­semak karena
               kakus  itu  demikian  joroknya.  Ketika  kami  kembali,  dua  kera
               abu­abu itu telah tak ada lagi di sana. Tahulah aku, siapa yang
               dulu melepaskan tiga monyet sewaktu aku menginap di pos ini
               pada malam Jumat Kliwon.
                   Malam  itu  kami  menginap  lagi  di  Goa  Hu.  Kami  duduk
               makan malam di seputar api unggun. Parang Jati tetap tidak
               menyentuh  dendeng  yang  kusiapkan.  Marja  bilang  bahwa
               suatu  hari  ia  akan  menjadi  vegetarian  seperti  Parang  Jati.
               Tapi Parang Jati berkata bahwa bukan ia anti daging. Setiap
               makhluk  toh  pada  akhirnya  harus  mati  juga.  Mati  sebagai
               makanan bagi yang lain adalah mulia. Ia hanya tak setuju cara


            3 2
   367   368   369   370   371   372   373   374   375   376   377