Page 125 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 125

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA




                kebudayaan”,  suatu    istilah  yang  digunakan  Achdiat  K.  Mihardja
                untuk  menggambarkan  kondisi  perdebatan  menyangkut  strategi
                                                    53
                kebudayaan  pada  tahun  1930-an.   Di  akhir  Kongres  Pendidikan
                Nasional  pada  1938,  Soetomo  dan  beberapa  tokoh  Budi  Utomo—
                sangat  mungkin  karena  pengaruh  K.H.  Dewantara,  pendiri  sekolah
                Taman Siswa—dengan suara bulat menyatakan penolakan terhadap
                “onderwijs  Barat  (pengajaran  intelektual)  dan  menganjurkan
                opvoeding  (pendidikan  pekerti)  Timur”.  Bersamaan  dengan  itu,  dia
                menekankan bahwa “Indonesia semestinya senantiasa berada dalam
                suasana  sistem  nilai  dunia  Timur  yang  bersadarkan  pada
                                                                  54
                kolektivisme, spiritualisme, dan anti-materialisme”.
                        Tidak lama berselang, pernyataan di atas segera mengundang
                reaksi  keras  dari  Sutan  Takdir  Alisjahbana  (1908-1994),  yang
                kemudian  melahirkakan  apa  yang  disebut  sebagai  polemik
                kebudayaan,  suatu  perdebatan  tengang  budaya  yang  melibatkan
                cendikiawan dan intelektual pribumi yang kesemuanya adalah alumni
                dari  pendidikan  modern,  di  antaranya  adalah  Sutan  Takdir
                Alisjahbana, Soetomo, Tjindarbumi, Adinegoro, M. Amir, dan Ki Hajar
                Dewantara. Perdebatan tersebut terbagi menjadi tiga polemik, yang
                kesemua  polemiknya  diawali  dari  statement  Sutan  Takdir  dalam
                Pujangga Baru. Perdebatan tersebut sebenarnya merupakan langkah
                para  tokoh  intelektual  dalam  memaparkan  gagasannya  terkait
                dengan  apa  bangsa  ini  akan  dibangun  dan  dipersatukan  dan  pola
                pendidikan apa yang ideal untuk Indonesia. Dalam tulisan ini penulis
                hanya  akan  memfokuskan  pada  perdebatan  antar  Sutan  Takdir
                dengan Soetomo yang dimuat dalam surat kabar Pujangga Baru dan
                Suara  Umum,  dan  sedikit  mengutip  pendapat-pendapat  dari  tokoh
                lain yang juga terlibat dalam polemik tersebut.
                        Perlu  dijelaskan  bahwa  sebagai  seorang  tokoh  yang  sangat
                dihormati  dan  berpengaruh  pada  masa-masa  pergerakan,  Soetomo
                kerap  kali  dihadirkan  dalam  berbagai  macam  diskusi,  kongres,
                maupun  rapat.  Soetomo  dianggap  sebagi  tokoh  yang  dinilai  lihai
                dalam  menyelesaikan  perselisihan-perselisihan  serta  gagasan-
                gagasanya  yang  kontributif.  Soetomo  pernah  diundang  dalam



                                                                                 115
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130