Page 184 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 184

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                        Pada  perjalanannya,  penerapan  Politik  Etis  oleh  pemerintah
                kolonial Belanda pada periode tersebut telah  melahirkan kelompok
                sosial baru yang disebut sebagai “elit Indonesia modern yang sangat
                akrab  dengan  unsur-unsur  modernitas.  Mereka  adalah  didikan
                sekolah  Barat  modern,  berbasis  di  perkotaan,  dan  secara  sadar
                menyuarakan hasrat untuk kemajuan melalui media modern.
                        Selain kelahiran elit Indonesia modern, penerapan Politik Etis
                juga diwarnai dengan pembangunan institusi pendidikan modern. Hal
                ini antara lain bisa dilihat dari restrukturisasi terhadap tiga sekolah
                kepala (Hoofden Scholen)—saat itu berada di Bandung, Magelang dan
                Probolinggo—menjadi  sekolah    yang  dirancang untuk  menghasilkan
                pegawai  pemerintan  kolonial,  OSVIA  (Opleidingscholen  voor
                Inlandsche  ambtenaren),  yang  terbuka  bagi  semua  orang  Indonesia
                                                                11
                yang  telah menyelesaikan sekolah rendah Eropa.
                        Di samping itu, pada 1900-1902, sekolah ‘Dokter-Jawa’ diganti
                menjadi sekolah untuk latihan dokter-dokter pribumi, STOVIA (School
                to opleiding van Inlandsche artisan). Dalam kerangka itu, sejak tahun
                1981 pemerintah Belanda menjadikan sekolah-sekolah rendah Eropa,
                yang menjadi prasyarat untuk memasuki OSVIA dan STOVIA, terbuka
                                      12
                bagi bangsa Indonesia.
                         Pada  tahun  1907,  sistem  pendidikan  model  sekolah  mulai
                masuk  di  daerah-daerah  pedesaan  di  Jawa,  ketika  pemerintah
                kolonial  Belanda  mendirikan  Volkschool.  Bagi  murid  yang  mampu
                menamatkannya,  ia  diperkenankan  untuk  melanjutkan  ke  jenjang
                Vervolgschool,  yang  terletak  di  kota  distrik  atau  kabupaten  selama
                dua  tahun.  Pada  tahun  tahun  1914,  pemerintah  kolonial  Belanda
                mendirikan sekolah baru, yaitu Holland Sch-Inlandsche School (HIS),
                sebagai  bagian  dari  komitmen  untuk  memperluas  kebijakan  politik
                etis bagi warga pribumi, bukan semata-mata keturunan bangsawan
                atau priyayi. Pendidikan di HIS memakan waktu selama tujuh tahun
                dengan  kurikulum  yang   sama  dengan  sekolah-sekolah  dasar untuk
                anak-anak  Belanda.    Meski  memang  masih  dinikmati  segelintir
                pribumi,  HIS  menyediakan  pendidikan  yang  secara  resmi  menjadi
                bagian dari sistem sekolah Eropa di Indonesia. Dan melalui HIS itulah,



                174
   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189