Page 174 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 174

164     REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA



              penduduk Landak, dan tidak mau mengganggu mereka dengan biaya-biaya

              yang bisa membawa dampak kembalinya perdagangan intan ke wilayahnya
              karena tidak akan menjualnya ke bangsa lain.  164

                 Sukadana, yang berada di bawah kekuasaan  Surabaya sampai awal abad
              XVII, kemudian kekuasaan Surabaya  dihancurkan oleh kerajaan  Mataram
              pada 1622.  Sukadana   mampu tampil  sebagai suatu  pusat  dagang  penting.

              Namun pada masa Portugis daerah intan masih disebutkan sebagai daerah
              Lawei yang berada di bawah kekuasaan Jawa. Hal ini berlangsung begitu lama
              sehingga di beberapa peta Portugis ditemukan bahwa Lawei atau Sukadana
              terletak di Jawa, seperti halnya Palembang sering mereka tempatkan di bawah
              lingkup pengaruh Sunda dan Banten. Menurut mereka daerah itu berada di
              Jawa. Selama abad XVI Lawei atau Sukadana semakin terbebas dari Jawa secara
              ekonomi, seperti yang ditunjukkan, sehingga Mataram tidak mampu memetik

              keuntungan dari sana dengan penaklukkannya pada 1622. Namun abad ini
              mengakhiri periode  Jawa  di Borneo  Barat  Daya, seperti yang  terjadi pada
              Sambas seabad sebelumnya. Pada abad XVII nama Lawei lenyap dan Sukadana
              menjadi taklukkan Banjarmasin yang berkembang berkat perdagangan lada.

                 Kebangkitan Banjarmasin, yang sejak 1612 beribukota di Martapura, dan

              Islam mulai masuk ke wilayah itu pada abad XVI tampaknya terjadi di bawah
              pengaruh Kesultanan  Demak,  yang berusaha mengikuti  tradisi  ekspansi
              Majapahit untuk menegakkan kembali pengaruh Jawa. Banjarmasin tampaknya
              telah menegakkan hegemoni atas Borneo Selatan dan Barat Daya, dengan Kota
              Waringin, Sukadana dan Lawei yang tunduk kepadanya. Pengakuan terhadap
              kekuasaan  Jawa  (yang  saat  itu  diwujudkan  pada  kekuasaan  Mataram)
              berlangsung sampai abad XVII.


                 Daerah Sunda juga  menjadi unsur penting  untuk  perdagangan  di Jawa
              Timur, bukan hanya untuk menghindari ancaman jalur perdagangan di selat
              Malaka, tetapi juga Mataram harus berbalik untuk melawan Banten pada akhir
              abad XVI (yang sebelumnya bebas sejak tahun 1568) dan kemudian Batavia.
              Juga perlu untuk menguasai selat Sunda yang bisa menjamin pengangkutan

              164  Ibid, hlm 52-56.
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179