Page 204 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 204

194     REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA



              pedagang Jawa di sana semakin bebas. Jumlah lada yang bisa dikonsumsi oleh

              orang Eropa pada abad XVII sangat besar. Pada 1603 lebih dari 48 ribu karung
              lada dikapalkan oleh orang Belanda dan Inggris. Sementara itu orang Portugis
              juga masih terus memasok ke pasar Eropa, selama bertahun-tahun menjual
              dan mengubah  ladanya  dalam  jumlah  besar, menetapkan  harga sedikit di
              bawah  harga yang  dipatok  oleh orang Belanda.  Meskipun  ada keuntungan
              yang bisa mereka peroleh, persaingan mendorong orang Belanda dan Inggris
              untuk mencari sarana lain  guna mengalahkan orang Portugis.


                 Blokade  Malaka  berlangsung selama  bertahun-tahun, yang  ditujukan
              untuk memutus semua pasokan dari pangkalan itu. Blokade itu berdampak
              secara tak terduga pada perdagangan Aceh. Pada pertengahan kedua abad XVI,
              orang Portugis sekali lagi menerima kedatangan umat Islam di Malaka secara
              bebas, akan  tetapi karena blokade, orang-orang Moor itu telah beralih ke Aceh.

              Seperti  telah dibahas, selain kapur barus, menyan, minyak, emas dan lada
              (yang jauh lebih murah harganya daripada lada Malabar) mereka terutama
              berminat pada timah. Kini  Aceh mengontrol kawasan timah, dengan mudah.
              Aceh dapat  memenuhi kebutuhan  itu.  Akibatnya,  timah banyak  dikapalkan
              dari berbagai  tempat. Perak dilaporkan menghasilkan 6-7 ribu bahar timah
              tiap  tahun.  Kedah lebih  sedikit karena  harganya  jauh  lebih tinggi.  Namun
              barang-barang  yang dijual di  sana memberikan lebih  banyak  keuntungan
              daripada Perak. Orang datang setiap tahun di Kedah dari Bengala, Pegi dan
              Koromandel dengan membawa banyak timah.


                 Pada pertengahan abad XVI di Jawa Timur, dua kekuatan saling berebut
              hegemoni,   kerajaan  niaga  Surabaya  yang menguasai pantai  dari  Sedayu
              sampai ujung timur pada sekitar 1601 dan kerajaan agraris Mataram yang
              setelah  menaklukkan  Pati  dengan “perkawinan  politik”,   yang  di bawah
              kekuasaannya mengontrol dua produk niaga utama, beras dan garam. Pada

              awal abad XVII masalah ini terselesaikan. Mataram, yang mengikuti contoh
              Majapahit dan Demak, mengetahui bahwa jika ingin menjamin dominasinya,
              maka ia harus menaklukkan kota-kota pelabuhan. Beberapa kota pelabuhan
              sudah dikuasainya antara lain: Jepara, Tuban, Cirebon (1619), Madura (1624)
              dan Surabaya (1625)  dan akhirnya ujung  timur (1637, 1639).  Sementara
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209