Page 17 - Al Ashri edisi 44MP
P. 17

SINOPSIS




                                                                   ada mulanya, Alif ingin menjadi
                                                                   sosok intelek seperti Habibie. Ia
                                                            Pmenginginkan bersekolah di SMA
                                                             Bukittinggi demi mencapai cita-citanya.
                                                             Sayangnya, Amak orang tua Alif tidak
                                                             mengijinkan hal tersebut. Mereka lebih
                                                             senang kalau Alif menjadi ustazd. Mereka
                                                             sepakat untuk menyekolahkan Alif di
                                                             Pondok Pesantren Madani. Sebanarnya Alif
                                                             berberat hati untuk sekolah di sana, tetapi
                                                             apa boleh buat karena ini kehendak orang
                                                             tuanya, padaakhirnya ia menuruti kehendak
                                                             orang tuanya.
                                                               Semasa hidupnya Alif tidak pernah
                                                             menginjak tanah di luar ranah Minangkabau.
                                                             Masakecilnya dilalui dengan berburu durian
                                                             runtuh di rimba Bukit Barisan, main bola
                                                             di sawah dan mandi di air biru Danau
                   JUDUL BUKU: NEGERI 5 MENARA               Maninjau.  Tiba-tiba dia harus melintasi
                   PENGARANG: A. Fuadi                       punggung Sumatra menuju sebuah desa
                   PENERBIT: PT Gramedia Pustaka Utama
                   TERBIT: 2012                              di pelosok Jawa  Timur. Ibunya ingin dia
                   HALAMAN: 423                              menjadi “Buya Hamka” walaupun ingin
                                                             menjadi sosok seperti Habibie. Dengan
                                                             setengah hati dia mengikuti perintah ibunya
                                                             (Amak).
                                                               Pada hari pertama di Pondok Madani,
                  Novel ini sangat perlu untuk dibaca oleh   Alif terkesima dengan “mantera” sakti “man
                  para pelajar atau para remaja yang ingin   jadda  wajada”, siapa yang  bersungguh-
                mendapatkan motivasi belajar di sekolah atau
                 belajar agama di pondok pesantren. Pondok   sungguh pasti bisa/sukses. Dipersatukan oleh
                  pesantren tidak hanya diperuntukkan bagi   hukum  jewer  berantai,  Alif  bisa  berteman
                mereka yang tidak mampu melanjutkan studi    dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya,
               ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pondok   Dulmajid dari  Sumenep, Atang dari
                 pesantren sangat terbuka bagi siapa saja yang   Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah
                ingin belajar. Dalam menceritakan semangat
               perjuangan dan pantang menyerah enam murid    menara masjid mereka menunggu azan
                Pondok Madani patut dicontoh. Sebuah novel   Maghrib sambil menatap awan lembayung
                yang menginspirasi kita. “Man JaddaWajada”,   yang yang berarah ke ufuk. Awan-awan itu
               sesuatu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh   menjelma menjadi negara dan benua impian
                 dan tidak pernah putus asa sedikit pun, pasti   masing-masing. Ke mana impian membawa
                      akan membawa hasil yang baik.
                                                             mereka? Mereka tidak ada yang tahu. Yang
                      Muhamad Ghufron Musyafa                mereka tahu adalah jangan pernah remehkan
                                                             impian. Tuhan sungguh maha mendengar.




                                                                                            edisi 44isi 44 15

                                                                                            ed
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22