Page 9 - LKPD 2 SUBSTANSI GENETIK
P. 9

Aspek Konteks Literasi Sains


                                                    PENERAPAN LITERASI





                                     BAHAYA AFLATOKSIN PADA BERAS

                                                    Kamis, 31 Januari 2013
                                                        Humas BSN


                 Dalam inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa gudang beras beberapa waktu lalu, Gubernur
             Jateng Bibit Waluyo menjumpai beras berbau apak dengan warna kusam (SM, 01/11/12), yang
             mengindikasikan ada kontaminasi aflatoksin. Seberapa besar bahaya bila manusia mengonsumsi
             beras  itu?  Persoalan  inilah  yang  perlu  diketahui  mengingat  beras  merupakan  bahan  pangan
             utama.
                 Aflatoksin  paling  sering  meracuni  bahan  pangan  seperti  beras,  jagung,  kacang  tanah,  dan
             kedelai.  Pertumbuhan  mikrobia  penghasil  aflatoksin  biasanya  dipicu  oleh  kelembaban  udara
             tinggi (sekitar 85%), dan itu banyak ditemui di wilayah tropis, seperti Indonesia. Afltoksin bisa
             ditemukan pada bahan pangan sebelum dan setelah dipanen. Kontaminasi terjadi jika terlambat
             atau  terganggunya  pengeringan/  penyimpanan  dalam  kondisi  kelembaban  tinggi.  Gabah  yang
             disimpan dengan kadar air 18%, dalam waktu 50 hari bisa ’’memproduksi’’ aflatoksin B1 562 part
             per billion (ppb).

                 Aflatoksin adalah senyawa organik hasil metabolisme sekunder dari jamur  Aspergillus sp.,
             yang  mempunyai  sifat  toksik  (racun)  bagi  kesehatan  manusia  ataupun  hewan,  seperti
             pengurangan kandungan protein dalam jaringan tubuh seperti di kerangka otot, jantung, hati dan
             ginjal telah dikaitkan dengan peningkatan hati dan ginjal nekrosis akibat kerusakan disebabkan
             oleh akumulasi aflatoksin dan metabolitnya di dalam tubuh setelah paparan aflatoksin. Afaltoksin
             B1  dapat  menyebabkan  mutagenik,  karsinogenik,  teratogenik,  dan  imunosupresif  yang  dapat
             mengganggu  proses  normal  sintesis  protein  serta  menghambat  beberapa  jalur  metabolisme
             penting dari organ-organ vital seperti hati, ginjal dan hati (Mohhammed dan Metwally, 2009).
                 Kemunculan  aflatoksin  juga  dipicu  oleh  penanganan  pascapanen,  pengeringan,  dan
             penyimpanan. Terlebih kini perilaku petani banyak berubah, sebagian besar memilih menjual padi
             ketika masih di sawah dengan pola tebasan, dan hanya sebagian kecil hasil panen dibawa pulang
             untuk benih dan stok. Penanganan pascapanen, pengeringan, dan penyimpanan masih dengan
             fasilitas sederhana.


                    Sumber : https://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/4221/Bahaya-Aflatoksin-
                              pada-Beras







                                                                                                 8
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14