Page 124 - BKSN 2021 (1)
P. 124
1. Yesus, yang memberi perintah untuk menulis dan mengirim surat
kepada jemaat di Laodikia, menyebut diri-Nya dengan gelar “Amin,
Saksi yang setia dan benar” (ay. 14). Kata “amin” merupakan kata
standar yang dipakai oleh orang Yahudi untuk mengakui kebenaran
dari apa yang dikatakan oleh orang lain. Ungkapan “saksi yang setia
dan benar” menegaskan kata “amin” sebelumnya. Dengan menye-
but diri-Nya “Amin, Saksi yang setia dan benar”, Yesus menegaskan
bahwa sabda-Nya sungguh-sungguh benar, serta dapat dipercaya
dan diandalkan. Orang tidak perlu lagi berusaha mencari kebenar-
an yang lain, sebab kebenaran sudah ada di dalam Dia, dan segala
kebijaksanaan dan pengetahuan tersembunyi dalam diri-Nya (bdk.
Kol. 2:3). Sebutan dan gelar ini juga berimplikasi bahwa di hadapan
Yesus, jemaat dituntut untuk berani melakukan introspeksi secara
jujur, serta memperlihatkan keinginan yang serius dan tulus untuk
mengubah hidup.
2. Jemaat Laodikia dicela oleh Yesus karena kurang bersemangat dalam
hidup rohani dan puas dengan prestasi diri mereka sendiri. Kurang-
nya semangat rohani itu digambarkan dengan ungkapan “suam-
suam kuku, tidak dingin atau tidak panas”. Ungkapan ini disoroti
sebanyak tiga kali (ay. 15-16) untuk menggarisbawahi seriusnya per-
soalan hidup rohani jemaat Laodikia. Mereka tidak menjalani hidup
sebagai pengikut-Nya secara total dan disiplin, sebab semangat hi-
dup rohani mereka hanya suam-suam kuku. Dengan celaan ini, Ye-
sus menginginkan agar mereka menghayati iman dengan semangat
yang bernyala-nyala. Itu sebabnya Yesus digambarkan serasa ingin
muntah melihat kualitas rohani jemaat yang setengah-setengah.
3. Semangat suam-suam kuku jemaat Laodikia disebabkan karena me-
reka merasa mampu mencukupi diri sendiri dan cepat puas diri. De-
ngan harta dan kekayaan, mereka merasa hidupnya akan terjamin
(ay. 17). Di sini tampak ada kontras yang tajam antara pernyataan
jemaat dan kenyataan yang sesungguhnya. Jemaat Laodikia mem-
banggakan kekayaan, dan percaya bahwa kekayaan itu memberikan
jaminan hidup dan kebahagiaan. Karena itu, mereka tidak pernah
berhenti berusaha menumpuk harta. Apa yang mereka miliki seolah-
olah tidak pernah memberikan kepuasan, sehingga mereka meng-
inginkan lebih lagi.
122 Pendalaman Kitab Suci untuk Dewasa/Lingkungan