Page 244 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 244
Pengayaan Materi Sejarah
Pada tanggal 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara
terhadap usul pemerintah yaitu kembali ke UUD 1945 (tanpa
perubahan). Hasilnya ialah 269 lawan 199, sedangkan anggota yang
hadir pada waktu itu 474 orang. Dengan demikian tidak tercapai
kuorum 2/3 seperti disyaratkan oleh UUDS 1950.
Sesuai dengan tata tertib Konstituante, pemungutan suara
diadakan dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2
Juni 1959, tetapi juga tidak tercapai kuorum. Mulai esok harinya,
Konstituante mengadakan reses yang kemudian ternyata untuk
selamanya.
Untuk mencegah ekses-ekses politik akibat ditolaknya usul
pemerintah oleh Konstituante, KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution atas
nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan
peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 tentang Larangan Mengadakan
Kegiatan-kegiatan Politik yang berlaku mulai 3 Juni 1959 pukul 06.00.
Pada tanggal 16 Juni 1959 Ketua Umum PNI Suwiryo mengirim surat
kepada Presiden Sukarno (waktu itu sedang berada di Jepang dalam
rangka perjalanan keliling dunia) agar Presiden Sukarno mendekritkan
berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.
Sekretaris Jendral Central Comite PKI D.N. Aidit mengirim surat kepada
Fraksi PKI di Konstituante yang isinya bahwa Politbiro CC PKI hanya
membenarkan anggota-anggota fraksi menghadiri sidang pleno
Konstituante jika hal itu untuk membubarkan diri (Sujono, 2008: 381).
Presiden Sukarno setelah kembali ke tanah air pada tanggal 29
Juni 1959 mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh politik,
beberapa menteri, dan pimpinan Angkatan Perang. Pada tanggal 5 Juli
1959 disusun rumusan yang kemudian dikenal sebagai “Dekrit Presiden
5 Juli 1959”. Dekrit itu dibacakan Presiden Sukarno pada hari Minggu
tanggal 5 Juli pukul 17.00 dalam suatu upacara resmi di halaman Istana
Merdeka yang berlangsung selama lima belas menit. Inti dekrit itu
adalah:
1. Pembubaran Konstituante;
2. Berlakunya kembali UUD 1945; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
pembentukan Dewan Pertimbangan Agung.
Lima hari setelah Dekrit Presiden, Kabinet Karya dibubarkan
kemudian diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini Presiden
sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Juanda menjadi menteri
232