Page 343 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 343
neokolonialis. Dalam HUT ABRI 1963, Presiden
menegaskan kembali misi Michelmore di Kalimantan Utara
86
tidak sesuai dengan prosedur. Indonesia menentang
habis-habisan sehubungan dengan meningkatnya eskalasi
konflik, berdasarkan keputusan-keputusan Presiden RI
No.48 tahun 1963, tanggal 23 Juli 1963.Staf Komando
Operasi Tertinggi Pembebasan Irian Barat diubah menjadi
Staf Komando Operasi Tertinggi (KOTI). KOTI adalah
komando gabungan yang terdiri atas lima Staf Gabungan.
Sebagai Kepala Staf KOTI diangkat Mayor Jenderal A.
Yani.Selanjutnya Presiden membentuk Komando Operasi
Tertinggi Ekonomi (KOTOE) dan mengangkat Dr.
Soebandrio sebagai Wakil Panglima KOTOE, pada bulan
September 1963.
Pada tanggal 9 November 1963, wewenang
Presiden ditingkatkan berdasarkan saran Gabungan
Dewan Pertahanan Nasional Musyawarah Pembantu
Pimpinan Revolusi (MPPR), KOTI dan KOTOE menyatakan
Presiden/Pangti mengambil kebijakan khusus dan darurat
dalam rangka pengamanan hidup negara dan
pengamanan tujuan revolusi mengambil kebijaksanaan
khusus dan darurat di dalam memegang pimpinan
tertinggi revolusi Indonesia. Kebijakan khusus antara lain
mengadakan gerakan sukarelawan, dan pada bulan April
1964 dikeluarkan Keputusan Presiden tentang Pengerahan
sukarelawan dalam rangka mengganyang Malaysia. Para
sukarelawan dikondisikan oleh KOTI G-3.
Pada 3 Mei 1964, dalam suatu rapat raksasa di
Jakarta, Presiden mengeluarkan komando
pengganyangannegara boneka Malaysia. Perhebat
ketahanan Revolusi Indonesia dan bantu perjuangan
revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah,
Serawak dan Brunei untuk membubarkan negara
bonekaMalaysia. Komanndo ini terkenal dengan Dwi
Komando Rakyat (Dwikora). Pada 20 Mei 1964, dibentuk
Brigade sukarelawan Tempur Dwikora (Brigpur Dwikora)
yang dipimpin oleh Kolonel Sabirin Muchtar.
331