Page 24 - Suara Merdeka 1
P. 24

KAMIS,1 DESEMBER  2022

                 Menikmati Palu Tak Kenal Waktu






     TIDAK begitu banyak petunjuk jalan menuju               Pegunungan Fannema, bagian   warung remang-remang. ”Mau  kuahnya yang hangat dan lezat.   BANGUN pagi hari di sebuah
                                                             Taman Nasional Lorolindu. Di  mampir, Mas? Bisa minum ditemani  Selesai makan, kami tidak lang-  rumah di kawasan Pasar Lama, mata
     ke lokasi cave tubing ketiga di dunia, membuat          bagian barat ialah Pegunungan  pelayan seksi,” canda Fitri, kawan  sung beranjak. Sambil menikmati  saya lang sung disergap deretan
                                                             Gawalise dengan puncak tertinggi  yang lain. Saya men gerenyitkan  minuman rumput laut, kami  pegunungan.  Saya  nikmati
     saya dan rombongan sering salah arah.
                                                             2023 m, menyambung-berjejer di  dahi. Bagaimana bisa warung seperti  nikmati panorama teluk malam  suasananya, sekaligus merasakan
     Selain mengandalkan informasi petunjuk yang ada         sepanjang tepi an teluk hingga ke  itu buka leluasa? Dulu, kata Fitri,  hari. Dari restoran tera pung,  angin bertiup dari laut. Palu adalah
                                                             perbatasan Donggala. Sehingga ke  sering dirazia Satpol PP, namun kam-  pemandangan lebih dramatis lagi.  kota yang panas, maka hembusan
     di persimpangan jalan, kami pun beberapakali            mana pun mata meman dang,    buh lagi dan akhirnya berta han  Bagian kota di seberang teluk terli-  angin terasa nyaman. Apalagi
                                                             gunung dan teluk menggodamu tak  seperti sekarang.       hat dari cahaya yang berkelip sam-  kawasan tempat saya bermalam rim-
     harus bertanya pada warga setempat sebelum              kenal waktu!                    Kami sampai di Restoran Taman  pai jauh. Tak hanya di sepanjang  bun oleh deretan pohon palem.
     sampai ke Gua Pindul.                                      ***                       Ria, Palu Barat. Masing-masing  tepian teluk, namun naik sampai ke  Sesuai rencana, pagi itu kami
                                                                ACARAdiskusi hari itu berjalan  memesan menu sesuai pilihan,  kaki pegunungan. Jadilah lampu-  kem bali ke Jembatan Ponolele.
                                                                                                                                                  Namun sebelum sampai ke ikon
                                                                                                                                                  Kota Palu itu, Fay, sang sopir sengaja
                                                                                                                                                  melewati sejum lah tempat menarik
                                                                                                                                                  di dalam kota. Salah satunya
                                                                                                                                                  Perguruan Al-Chairat. Inilah pergu-
                                                                                                                                                  ruan Islam tertua di Kota Palu,
                                                                                                                                                  didirikan tahun 1953 oleh para ulama
                                                                                                                                                  kharismatik yang menolak pen-
                                                                                                                                                  didikan sekuler. Bangunan pertama
                                                                                                                                                  Al-Chairat berwarna hijau lumut dan
                                                                                                                                                  putih toska masih kokoh berdiri,
                                                                                                                                                  antik dan artistik. Setelah itu kami
                                                                                                                                                  melewati Taman Budaya Palu yang
                                                                                                                                                  luas, kantor walikota serta kantor
                                                                                                                                                  gubernur Sulawesi Tengah yang jauh
                                                                                                                                                  dari kesan mentereng.
                                                                                                                                                     Tanpa terasa kami melewati
                                                                                                                                                  kembali tepian Teluk Palu. Berbeda
                                                                                                                                                  dengan malam hari yang ramai,
                                                                                                                                                  siang hari terke san sepi. Jalan berde-
                                                                                                                                                  bu dan beberapa ekor sapi tampak
                                                                                                                                                  berkeliaran. Namun di tengah teluk
                                                                                                                                                  kita bisa melihat tiang-tiang kayu
                                                                                                                                                  seperti panggung; itulah rumpon
                                                                                                                                                  atau bagang (tempat ikan ber-
                                                                                                                                                  kumpul) milik nelayan. Di seberang
                                                                                                                                                  teluk, atap rumah-rumah berkilau di
                                                                                                                                                  bawah garang matahari, menyi-
                                                                                                                                                  laukan mata. Sesampai di Jembatan
                                                                                                                                                  Ponolele kami berebut turun, selan-
                                                                                                                                                  jutnya Fay menunggu di Pantai
                                                                                                                                                  Talise di seberang jembatan. Saya
                                                                                                                                                  segera menuju trotoar yang di bebe-
                                                                                                                                                  rapa bagian dibuat seperti gardu pan-
     SEPI: Jembatan Ponolele yang selalu sepi                                                                                                     dang. Dari sana lanskap kota segera
                                                                                                                                                  didapat, mulai Pantai Talise, Gunung
             INGGAL selangkah    Manado biasanya paling lama tiba  lan car di taman bacaan ”Nemu                                                Gawalise, pemukiman, hingga teluk
             lagi, bis Harvest yang  pkl. 14.00 Wita. Rupanya SMS kami  Buku” yang dikelola aktivis                                             dan muara Sungai Palu. Sayang,
        Tkami naiki dari Manado  tak ”nyambung” karena sinyal  budaya Neni Muhidin. Setelah itu,                                              jembatan ini dipenuhi papan iklan
     akan tiba di Palu, ibukota Sulawesi  hilang-timbul. Maka saya beri tahu,   panitia mengajak kami makan                                       sebuah merk rokok sehingga terke-
     Tengah. Di Terminal Toboli,    sopir bis kami hanya sendiri an. Sopir  malam ke sebuah restoran tera pung                                    san sumpek dan komersil.
     Kabupaten Parigi Moutong bis  pengganti sakit di perjalanan sehing-  di Teluk Palu. Gemerlap lampu                                              Di tengah dominasi lanskap
     berhenti lama sebab penumpang  ga terpaksa tinggal di Gorontalo.  lampu membuat Teluk Palu seperti                                           pegunun gan dan teluk, tak kalah
     yang melanjutkan per jalanan ke  Akibatnya, sopir sering berhenti  pesta cahaya dalam keindahan yang                                         menarik mem perhatikan hal-hal
     Parigi atau Poso harus berganti oto.   untuk istirahat bahkan tidur. Kawan-  purna. Kami melewati sebuah jem-                                kecil. Misalnya, menghitung tali-
     Sebaliknya, bis yang kami tumpangi  kawan penjemput maklum karena  batan dengan lengkung indah di atas                                       temali jembatan yang terentang
     akan menaiki Pegunungan Balaroa  Jalan Trans Sulawesi memang  Sungai Palu. Masyarakat setempat                                               simetris dari lengkung ujung tiang
     untuk berpindah dari Teluk Tomini  bukanlah medan yang ringan. .  menyebutnya Jembatan Empat,                                                baja. Atau menyaksikan pertemuan
     ke pantai barat Sulawesi. Meski ber-  Kami berpindah ke mobil pani-  berdasarkan jumlah jalur di atasnya.                                    Sungai Palu yang keruh dengan
     jarak tak lebih 30 km, jalur pegunun   tia, dan tak lama kemudian kami  Ada pula menyebut Jembatan                                           Teluk Palu yang jernih. Keduanya
     gan itu meminta waktu tempuh ham-  sudah  melewati  Universitas  Ponolele, merujuk nama gubernur                                             seperti eng gan menyatu ”Buaya
     pir 2 (dua) jam. Maklum, tingginya   Tadulako. Universitas kebanggaan  Sulawesi Tengah yang merintis pem-                                    sering muncul di sini karena
     tak kepalang, sebagian disaput awan,   warga Sulteng ini terletak di atas  bangunannya. ”Keindahannya  INDAH: Muara sengai Palu yang indah  menyukai hangat air laut dan keruh
     jalan nya sempit penuh tikungan.  lahan yang sangat luas, konon meru-  tak kalah dengan Golden Gate                                          air sungai,” kata Hudan menunjuk
     Benar-benar  ”etape  terakhir”  pakan lokasi kawah sebuah gunung  Bridge atau Sydney Harbour  umumnya makanan laut seperti kera-  lampu pemukiman itu sebagai latar  kawasan dwi-warna itu. Sayang,
     yang mencekam.              api tua. Berdasarkan analisis geologi  Bridge,” kata Hudan, kawan yang  pu bakar, kakap, baro nang, udang  eksotik Gunung Gawalise. Selain  bakaunya sudah gundul sehingga
        Dari kawasan Kebun Kopi (dulu  atas bebatuan alam, Kota Palu  mendampingi kami. Tak perlu jauh-  goreng dan cumi asem pedas.  dijadikan nama stadion di Palu,  kehadiran buaya sulit dipercaya.
     perkebunan Belanda, kini jadi kios  memang berada di kawasan vulka-  jauh, saya malah teringat Jembatan  ”Ada ikan Indosiar juga, baik  Gawalise juga difungsikan sebagai  Puas menyaksikan segala lan-
     buah-buahan) di depan mata sudah  nik tua, terma suk alam bawah laut-  Barelang Batam dan Jembatan  dicoba,” tawar Hudan. Mak-  hutan lindung dan jadi tujuan para  skap, lengkap dengan berfoto-ria,
     terhampar cerlangnya Teluk Palu.  nya. Karenanya, warga kota seluas  Sungai Mahakam. Ada keinginan  sudnya, ikan terbang yang kulitnya  pendaki gunung. ”Tahun 2008  kami berja lan kaki ke Pantai Talise.
     Namun untuk mencapainya lama  395,06 km persegi ini menyadari  untuk berhenti, namun kami sepakat  tebal tapi dag ingnya cukup lembut.  nama Gawalise mencuat karena  Matahari mulai menyengat. Apalagi
     sekali lantaran menuruni jalan sem-  segala kemungkinan yang bakal tim-  besok pagi saja mampir lagi ke sana.   Saya setuju. Sulawesi memang kaya  dianggap tempat sem bunyi  kami tak langsung dapat berteduh
     pit berliku. Genaplah Manado-Palu  bul, seperti gempa bumi yang kerap  Maka perjalanan berlanjut mele-  hasil laut, tak terkecuali Palu, sehing-  Kelompok Madi yang mengaku  lantaran pohon-pohon masih kecil.
     ditempuh ham pir 30 jam. Barulah  terjadi. Namun di sisi lain, Palu  wati Pantai Talise yang padat oleh  ga kami tak merasa terkejut ketika di  Imam Mahdi, sebagian lagi meng-  Tampak sekali kawasan ini baru
     ketika bis mulai menyusuri jalan di  merupakan etalase alam ”serba  deretan warung tenda. Berbagai  atas meja terhi dang ikan besar.  anggap ia pembela suku Kaili,”  dibenahi. Untunglah ada pohon pa
     tepian Teluk Palu, badan dan mata  ada”: gunung, pantai dan  kuliner khas Palu ada di sini.  Meski demikian, di antara menu  cerita Fitri. Sinar bulan di atas teluk  lem dan ketapang, dari mana saya
     yang lelah segera tero bati.  lautómengingatkan Kota Atlas,  Sebagian warung diban gun secara  ikan, jangan lupa masakan khas Palu,  membuat suasana terasa mengge-  kem bali memandang Jembatan
     Pemandangan indah yang disak  Semarang. Rasanya, tanpa ”dis-  permanen dengan tiang-tiang kayu  yakni koledo, sop kaya rem pah yang  tarkan. Sementara live music men-  Ponolele da lam latar biru Gawalise.
     sikan dari jauh bukan lagi halusinasi.   entuh” pun ia sudah indah.  menjorok ke dalam teluk. Suasa-  khusus terbuat dari kaki lembu  galunkan pula lagu-lagu berbahasa  Sungguh, me nikmati Palu tak ada
        Di Terminal Momboro, saya dan  Bayangkanlah sebuah kota terham-  nanya cukup ramai, maklum Pantai  Donggala. Dagingnya empuk,  Kaili, suku asli Sulawesi Tengah.  batas waktu! (11)  RAUDALTAN-
     Andika, kawan seperjalanan, berte-  par di lembah dua pegunungan yang  Talise malam hari merupakan tempat  melepuh di lidah. Biasanya dimakan  Meski tak mengerti artinya, saya  JUNG BANUA
     mu panitia diskusi yang menjemput  berjarak cukup rapat. Di sebelah  nongkrong warga Palu. Anehnya, di  pakai ubi. Mengingat kondisi masih  merasakan irama kesedihan meriak
     kami. Mereka sudah menunggu  timur terdapat Pegunungan Balaroa  bagian terujung deretan warung  lelah, saya batasi makan dua potong  seperti air teluk.
     sejak pkl. 13.00 Wita, sebab bis  yang  merupakan  lanjutan  yang terang itu, terdapat sejumlah  daging; selebi hnya saya sendok  ***            ■ Arsip SM 11 Desember2011





                  Ikon Wisata



        DEMI informasi lebih lengkap  Lembah Bada. Masyarakat setempat
     ten tang Sulawesi Tengah, saya minta  memercayainya sebagai Tosalogi,
     diantar ke museum dae rah yang ter-  pemimpin rakyat Bada menghadapi
     letak di Jalan Kemiri No. 23,  musuh dari Masamba. Selain Arca
     Kelurahan Kamonji, Palu. Tak jauh  Palindo, di hala man belakang terda-
     dari museum terdapat pasar rakyat  pat benda lain berupa lumpang
     Manonda dan perpustakaan umum  (lesung), batu dulang (tatakan),
     yang menurut cerita pegiat budaya  kalamba (peti batu pengubu ran),
     Palu hanya dikunjungi tak lebih 20  Arca Weata, Menhir Malibuku dan
     orang setiap bulan. Bagaimana  Menhir Pekabuku. Di samping
     dengan kunjungan ke museum?  Bada, penemuan benda-benda arke-
     Ternyata setali tiga uang. Bahkan  ologi itu juga di Napu, Sigi dan Poso.
     waktu kami datang, para pegawai  Setelah cukup lama menunggu,
     museum malah tak ada di tempat.  barulah dua orang pegawai museum
     Gedung koleksi tertutup rapat. Pada ke  muncul, itu pun setelah dikontak
     mana? ”Lagi istirahat siang,”  berkali-kali oleh Fay yang kebetulan
     kata seorang tukang kebun singkat.   kenalannya. Begitu pintu besi muse-
        Sambil menunggu, saya jelajahi  um dibuka, terpampanglah relief
     halaman museum yang dipenuhi dup  khas masyarakat Sulteng di kiri-
     likat benda-benda koleksi dari batu  kanan din ding. Menariknya, semua
                                                                                              EKSOTIS: Pakaian kulit kayu eksotis di museum daerah Sulteng
     seperti menhir dan arca. Salah satu  relief dibuat dalam motif kotak-
     yang menarik adalah Arca Palindo  kotak, sehingga benda-benda, tubuh  kuno, sen jata, alat berburu (sumpit),  pedalaman, lengkap dengan gam-  pintu keluar, sehingga seketika mem-  menyo dorkan karcis bertera Rp 3000/
     (penghibur), berupa patung laki-laki  dan wajah manu sia terlihat persegi,  batu-batuan alam, maket rumah adat,  baran pembuatannya memakai alat  buat saya tertarik untuk mencarinya  orang. Ternyata tidak gratis. Tentu
     (ditandai dengan phallus-nya),  memberi kesan naif minimalis,  boneka anoa (satwa endemik  pukul dari batu (ike). Tak ketinggalan  sebagai oleh-oleh. ”Boleh, kita ting-  boleh-boleh saja. Namun, di tengah
     memakai ikat kepala (pekabalu),  meski juga sangat simbolik.  Sulawesi), sampai pakaian pengan-  maket peter nak mutiara. Sulteng  gal mampir ke Pasar Manonda, har-  sikap apatis masyarakat terhadap
     kedua tangan mengarah ke kelamin  Selanjutnya, dalam ruangan kita  tin berbagai etnik di Sulteng (antara  memang terkenal dengan mutia-  ganya spesial kok,” kata Fitri sete-  museum, apakah langkah itu strategis?
     dan tanpa kaki. Uniknya, arca seting-  berte mu stand benda-benda seperti  lain, Buol, Poso, Luwu, Pamona,  ranya, sehingga Mutiara dilekatkan  ngah berpromosi. Kami pun bersiap  Entahlah. (11)  RAUDALTANJUNG
     gi 400 cm ini berdiri miring 30 dera-  fosil gajah purba, perlengkapan ritual  Mori, Donggala). Terdapat pula  sebagai nama bandara Palu.   pergi.  Tapi, eit, tunggu dulu! Dua  BANUA
     jat, dan memang seperti itulah bentuk  adat/kepercayaan, perhiasan, perala-  pakaian kulit kayu yang masih  Ragam tenun ikat dan kerajinan  orang ibu ibu yang tadi membukakan
     aslinya di Situs Padang Sepe,  tan keseharian, alat musik, kitab  dipakai dan diproduksi masyarakat  kayu hitam juga ditampilkan dekat  pintu seten gah berlari mengejar kami:  ■ Arsip SM 11 Desember2011
   19   20   21   22   23   24