Page 121 - SEJARAH SOSIAL DAERAH KOTA BENGKULU
P. 121

penduduk, tetapi masih ada juga beberapa orang putera daerah
                   yang terlena, tak tahu diri, tidak memiliki rasa kebangsaan sama
                   sekali,  yakni  mereka  yang  memuji-muji  Pemerintah  Belanda,
                   mereka  yang  terangkat  menjadi  pegawai  dan  pejabat
                   pemerintahan Belanda. Orang-orang ini karena sikap dan peker-
                   jaan  serta  cara  berpikirnya menguntungkan  kolonialis  Belanda,
                   diberi  jabatan,  pangkat,  tanda  jasa  dan  dilindungi.  Memang
                  jabatan  kepala  kampung  atau  wilayah  yang  bergelar  datuk,
                   kepala  dusun  yang bergelar depati, kepala marga  yang  bergelar
                   pasirah, kepala kecamatan dan kewedanan yang bergelar asisten
                   demang ataupun demang, apalagi jabatan yang lebih  tinggi  dari
                   pada  itu,  tidak  mudah  dicapai  dan  didapati  oleh  "inlander"
                   bangsa  Indonesia.  Pada  zaman  penjajahan  Belanda,  garis  pe-
                   rnisah  sebagai  , colour  line,  dan  raas  line  antara  penduduk
                  priburni  dengan  pejabat  Pemerintah  Belanda  sangat  terasakan.
                  Urutan kedudukan bangsa dalam suatu order atau  regim  peme-
                  rintahan  sangat  menyakitkan  hati  rakyat  yang  berjiwa  ke-
                  bangsaan.  Urutan  jenjang  kedudukan  seperti  bangsa  Belanda
                  totok,  Belanda  peranakan  (keturunan)  atau  Indo-Belanda,
                  orang-orang  Indonesia  yang  kebelanda-belandaan,  orang  Cina
                  dan  penduduk  pribumi  (inlander),  merupakan  pelapisan  sosial
                  yang  bagi  pejuang  kemerdekaan  hanya  bersifat  sementara dan
                  usianya  tentu  tidak  akan  lama.  Hal  ini  memang terbukti pada
                  waktu pemerintahan militer Jepang berkuasa di Bengkulu (1942-
                   - 1945)  dan  pada  masa  pennulaan  Kemerdekaan  Republik
                   Indonesia,  di  mana  kelompok  yang  disebut  anjing  Belanda,
                   penjilat  Belanda,  orang yang kebelanda-belandaan  dalam  arti di
                   setiap · saat  ia  bersikap  dan  berbahasa  Beland a tidak  mendapat
                   tempat  pekerjaan  dalam  pemerintahan  yang  baru.  Satu-satu
                   mereka  mulai  menyesuaikan diri dengan lingkungan kekuasaan
                   pemerintahan  yang  berlaku.  Bagi  mereka  yang  sadar  dan mau
                   menyesuaikan  diri  dengan  iklim  politik  pemerintah  yang baru
                   ~apat  meneruskan  karier  profesinya  sebagai  pejabat  peme-
                   rintahan;  tetapi  bagi  mereka  yang  masih  mendewa-dewakan
                   orde  kolonial  Belanda,  dan  sikap  perbuatannya  bertentangan

                   112
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126