Page 3 - 20201219 - Tempo - Korupsi Bansos Kubu Banteng
P. 3

12/20/2020                                          Menggusur Kedung Ombo
                     Penggusuran besar-besaran pemah terjadi di masa pemerintahan Orde Baru saat
                     pembangunan waduk Kedung Ombo. Proyek yang dibiayai dengan pinjaman dari
                     Bank Dunia (US$ 156 juta) dan Bank Ekspor Impor Jepang (US$ 45 juta) itu

                     menghilangkan 20 desa di tiga kabupaten: Sragen, Boyolali, dan Grobogan, Jawa
                     Tengah. Tempo pada 27 April 1991, lewat laporan berjudul "Mereka yang

                     Bertahan di Kedung Ombo", mencatat total ada 5.399 keluarga yang tergusur atau
                     sekitar 27 ribu orang.




                     Proyek membangun bendungan Sungai Serang ini mulai digarap pada 1984 dan
                     beberapa wilayah mulai "dibebaskan". Namun, sejak 1986, proses pembebasan

                     lahan mulai kisruh. Masyarakat pemilik lahan banyak yang merasa kecele.
                     Mereka mengingat pemyataan Menteri Dalam Negeri saat itu, Soepardjo Rustam,

                     bahwa ganti rugi tanah Kedung Ombo sebesar Rp 3.000 per meter persegi.
                     N amun mereka menerima kurang dari itu.


                     Dalam surat keputusan Gubemur J awa Tengah, ganti rugi untuk Kedung Ombo
                     besarannya Rp 400 per meter persegi buat sawah, Rp 350 untuk lahan kering, Rp
                     730 buat pekarangan, Rp 2.150-7.380 untuk 1 meter persegi rumah, dan Rp

                     30-2.000 buat setiap batang pohon. Besaran ganti rugi tersebut membuat warga
                     Kedung Ombo tak dapat membeli lahan yang sama luasnya di desa-desa tetangga.
                     Mereka menuntut ganti rugi sebesar yang disebutkan Menteri Dalam Negeri.


                     Karena itu, proses ganti rugi berjalan alot. Pemerintah Orde Baru mulai

                     kehilangan kesabaran karena proyek itu mesti diresmikan secepatnya tahun ini.
                     Aparat militer dan kepolisian mulai mengintimidasi masyarakat dengan ancaman
                     pidana subversi. Para tokoh masyarakat yang keras menolak diberi stempel anti­

                     pembangunan hingga makar dan menerima cap "ET" ( eks tahanan politik) di
                     kartu tanda penduduk mereka.


                     Ancaman ini tak membuat masyarakat gentar. Mereka tetap menolak "cap
                     jempol" dan tak mengambil uang ganti rugi yang disediakan, yang terlampau

                     kecil jumlahnya. Mereka memilih bertahan di Kedung Ombo meskipun beberapa
                     tempat mulai digenangi air. Beberapa masyarakat yang telah menerima ganti rugi
                     tapi merasa kecele karena tak sanggup membeli lahan untuk pindah bermukim
                     juga memilih bertahan di Kedung Ombo.


                     Meski air telah meninggi, ada 1.355 keluarga yang tak mau angkat kaki dari

                     desanya. Mereka antara lain ada di Dusun Ngrakum, Nglanji, Klewor, Tremes,
                     Mlangi, dan Kedungpring. Meski warga masih bertahan, dusun-dusun ini secara

                     resmi telah dinyatakan hilang dari peta, "ditenggelamkan" di waduk Kedung
                     Ombo.




      read ://https _ majalah. tempo.co/?url=https%3A %2F%2Fmajalah. tempo.co%2Fread%2Farsip%2F162117%2Fmenggusur-kedung-ombo   2/3
   1   2   3   4   5   6   7   8