Page 36 - PENDIDKAN AGAMA KRISTEN PROSTESTAN KELAS VIII
P. 36

Setelah keluar dari penjara, kekasihnya telah menikah dengan orang lain.
                       Statusnya sebagai bekas narapidana menyebabkannya sukar memperoleh
                       pekerjaan. Ketika melamar pekerjaan ia menjadi bahan ejekan dan hinaan.
                          Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan akan menjadi perampok.
                       Dia telah mengincar sebuah rumah di bagian selatan kota yang akan
                       menjadi sasarannya. Dalam rumah tersebut hanya ada seorang anak kecil
                       buta yang tinggal sendirian.
                          Dia pergi ke rumah tersebut dan mencongkel pintu utama sambil
                       membawa sebuah pisau belati. Ketika ia masuk ke dalam rumah, sebuah
                       suara lembut bertanya, “Siapa itu?” Moore sembarangan menjawab, “Saya
                       adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepada saya.”
                          Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata, “Selamat datang,
                       namaku Kay, tetapi papaku malam baru sampai ke rumah, paman apakah
                       engkau mau bermain sebentar dengan saya?” Dia memandang dengan mata
                       yang besar dan terang tetapi tidak melihat apapun, dengan wajah penuh
                       harapan. Di bawah tatapan memohon yang tulus, Moore lupa kepada
                       tujuan awalnya, dan langsung menyetujui.
                          Dia  sangat  terheran-heran  dengan  anak  yang  berumur  8  tahun  dan
                       buta ini dapat bermain piano dengan lancar. Lagu-lagu yang dimainkannya
                       sangat indah dan gembira. Bagi seorang anak normal harus melakukan
                       upaya besar sampai ke tingkat seperti anak buta ini.
                          Setelah selesai bermain piano, anak ini melukis sebuah lukisan yang
                       hanya dapat dirasakan di dalam dunia anak buta ini, seperti melukis
                       matahari, bunga, ayah-ibu, dan teman-teman. Dunia anak buta ini rupanya
                       tidak kosong. Walaupun lukisannya kelihatannya sangat canggung, bentuk
                       bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi dia melukis dengan sangat
                       serius dan tulus.
                          “Paman, apakah matahari seperti ini?” Moore tiba-tiba merasa sangat
                       terharu, lalu dia melukis di telapak tangan anak ini beberapa bulatan,
                       “Matahari bentuknya bulat dan terang, warnanya keemasan.”
                          “Paman, apa warna keemasan itu?” Dia mendongakkan wajahnya yang
                       mungil seraya bertanya, Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ke
                       tempat terik matahari, “Emas adalah sebuah warna yang sangat vitalitas, bisa
                       membuat orang merasa hangat, sama seperti kita memakan roti yang bisa
                       memberi kita kekuatan.”
                          Anak  buta  ini  dengan  gembira  menggunakan    tangannya  meraba  ke
                       empat penjuru seraya berkata,  “Paman, saya sudah merasakan, sangat
                       hangat, dia pasti akan sama dengan warna senyuman paman.” Moore dengan
                       penuh sabar menjelaskan kepadanya berbagai warna dan bentuk barang.


                                                     Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti  27
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41