Page 56 - MAJALAH 108
P. 56
ribadinya sederhana dan anak keenamnya. Adalah Abdul anggar, basket, dan voli juga jadi
tenang. Tutur lembut Azis Abbas dan Daniar Thaher yang favoritnya.
penuh keramahan. Saat sedang berbahagia itu. Tahmid tiada
PParlementaria menemui henti terucap, menyambut kelahiran Memasuki usia sekolah, Harry
di ruang kerjanya, ia menyambut- sang jabang bayi berjenis kelamin memulainya di TK Yalasenastri
nya dengan baik, seraya senang laki-laki. Kalender yang tergantung Angkatan Laut RI, Tanjung Pinang
bisa berbagi kenangan cerita masa di dinding menunjukkan 25 April 1962. Setahun kemudian masuk
kecil dan perjalanan karirnya se- 1956. Kedua orangtuanya kemudian SDN II Tanjung Pinang. Setiap hari ia
bagai politisi. Inilah Harry Azhar memberi nama Harry Azhar Azis. pergi berjalan kaki ke sekolah yang
Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI tidak jauh dari rumahnya. Gedung
dari Fraksi Partai Golkar. Kini, rumah sederhana itu ke- SD-nya lumayan besar. Tapi entah
datangan “jagon kecil” yang mengapa, gedung SD itu kini seperti
Bicara soal ekonomi makro dan menggemaskan. Setelah kelahiran mengecil, tak sebesar dulu. Semasa
keuangan, Harry adalah orang yang Harry, masih ada empat adiknya duduk di SD, Harry sangat suka
sangat tepat untuk diajak bicara. yang lahir kemudian. Jadi, Harry pelajaran matematika, ilmu ukur,
Pandangannya luas dan tajam adalah anak keenam dari sepuluh sejarah, dan bahasa Indonesia.
penuh keilmuan. Sejak menjadi bersaudara. Harry kecil tumbuh
anggota DPR, Harry selalu berada di menjadi anak periang dan suka ber- Selepas pulang sekolah kadang
komisi yang membidangi ekonomi main. Ia hidup di lingkungan keluar- ia membantu ibunya menjual kue
dan keuangan. Keahliannya di ga sederhana dan religius. Ayahnya ke pelabuhan dekat rumahnya
bidang ekonomi keuangan begitu adalah pegawai rendahan di Dinas untuk sekadar menghidupkan
mumpuni, karena ditopang oleh PU (Pekerjaan Umum) setempat. Se- ekonomi keluarga yang, memang,
latar pendidikan doktoralnya di
bidang ekonomi.
Kenangan Masa Kecil
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau,
1956. Dahulu Tanjung Pinang
adalah ibu kota pertama di Riau
sebelum digantikan Pekanbaru.
Mayoritas penduduknya pada
waktu itu berpofesi sebagai
nelayan. Laut menjadi salah satu
sumber penghidupan. Setiap
hari laut tak pernah sepi dari
aktivitas masyarakat. Ada yang
yang mengayuh perahunya ke
tengah laut, ada yang sedang
membentangkan jala, dan ada pula
anak-anak belia berenang bersuka-
ria.
Lokasinya yang dekat dengan
Singapura, membuat mata uang
Singapura beredar bebas di kota
ini. Bahkan, transaksi perdagangan
ker ap menggunakan dollar mentara ibundanya adalah wanita serba kekurangan. Ada kejadian
Singapura. Sebelum reformasi, sederhana penuh perhatian pada menarik. Suatu hari, saat berjualan
Tanjung Pinang menjadi daerah keluarganya. kue di pelabuhan, ia dihampiri
tertinggal. Kemiskinan membelit seorang kapten kapal. Melihat anak
warga. Tanjung Pinang hampir Masa kecil Harry dihabiskan di sekecil Harry berjualan kue, sang
tak tersentuh pembangunan Tanjung Pinang. Ia suka sekali kapten merasa kasihan dan ingin
infrastruktur. bermain bersama sahabat-sahabat memborong semua kue yang ada di
kecilnya di kampung. Berenang nampannya.
Nah, di kota ini pula di tahun 1956, di laut adalah kesukaannya. “Saya
sepasang insan yang hidupnya pernah berenang seharian sampai “Tapi, waktu itu enggak ada
penuh kesederhanaan sedang kulit menghitam,” katanya penuh plastik untuk membungkusnya.
berbahagia, karena segera dikarunia tawa. Tak hanya itu, bermain kasti, Akhirnya, dia cuma beli 2 buah
56 PARLEMENTARIA EDISI 108 TH. XLIII, 2013

