Page 57 - MAJALAH 108
P. 57
Tinggal bersama sang kakak, ia
tak pernah meminta uang. Semua
kebutuhan hariannya sudah dijatah,
dari biaya sekolah hingga uang
saku. Adaptasi dengan lingkungan
barunya ia lakukan. Melihat ibu kota
Jakarta, kata Harry, tampak serba
mewah. Banyak gedung bertingkat,
jalan raya selalu ramai, dan rumah-
rumah mewah berjajaran. Tidak
seperti di kampungnya yang serba
sulit dan terbelakang.
Selama di SMP, Harry tak pernah
pegang uang banyak. Semuanya
serba ngepas. Kakaknya pun tak
pernah memberi uang, kecuali
hanya untuk kebutuhan sekolah
saja. Namun, ada kejadian menarik
yang tak pernah ia lupakan.
Syahdan, Harry hanya punya uang
Rp 50 di sakunya. Saat berjalan kaki
ia melihat seorang pengemis begitu
merana. Lalu, ia berikan saja uang
Rp 50 itu ke pengemis.
“Sorenya, saya diberi Rp 5000
oleh kakak saya. Saya merasa kaget
dan bertanya-tanya. Kemudian,
kue saja,” kenangnya penuh haru. istilah sekarang mungkin ketua baru saya ingat bahwa tadi siang
Sejak kejadian itu, ibunya selalu geng. saya telah memberikan sedekah dan
membekali Harry dengan plastik diganti 100 kali lipat. Esoknya, saya
pembungkus. Hasil dari menjual kue Di sisi lain, Harry juga tak pernah mencoba bersedekah lagi dengan
disetor ke ibunya untuk membeli lupa belajar mengaji. Ibunya memberi pengemis Rp 100. Tapi,
lauk pauk. sangat mementingkan pelajaran tidak kunjung terbalas,” ceritanya,
agama bagi putra-putrinya. Selain seraya tertawa mengenang kejadian
Selain menjual kue, Harry juga pernah belajar agama di pengajian tersebut. Ternyata, lanjut Harry,
kerap ke lapangan tenis, untuk Muhammadiyah, orangtuanya juga pemberian sedekah dengan penuh
membantu memungut bola para mendatangkan guru ngaji ke rumah. keikhlasan akan segera menuai
pejabat setempat yang sedang Begitulah romantika masa kecil di rezeki yang berlipat ganda.
bermain. Uang tip yang diberikan Tanjung Pinang.
para petenis itu lumayan untuk Prestasi akademik Harry selama di
menambah uang jajan sehari-hari. Hijrah Ke Jakarta SMP sangat baik. Ia pernah menjadi
Namun, di sisi lain ada juga kisah siswa terbaik kedua di sekolahnya.
kenakalannya. Syahdan, ia dan Setamat SD, ia melanjutkan ke Ia suka sekali bermain bola. Bersama
kawan-kawannya pernah mencegat SMPN II Tanjung Pinang, tahun teman-teman SMP-nya ia sering
anak sekolah seusianya. Harry 1970. Hanya setahun di sekolah bertanding sepak bola dengan
merampas tas anak sekolah itu. ini, Harry lalu melanjutkan kelas II sekolah SMP lain. “Posisi saya di
di SMPN 74 Rawamangun, Jakarta. gelandang kanan. Senang rasanya
Sang anak yang dirampas tasnya Kepindahannya ke Jakarta, lantaran kalau sudah membuat gol,” kenang
melapor ke orangtua Harry. Sampai sang ayah sudah tak sanggup lagi Harry, penuh senyum.
di rumah, Harry dimarahi sang membiayai sekolahnya. Apalagi
ayah. “Ayah saya marah sekali dan ayahnya sudah pensiun. Akhirnya, Setamat SMP tahun 1972, ia
memukul pantat saya. Kata ayah, Harr y dititipkan pada kakak melanjutkan studinya ke SMAN
saya tidak boleh mengambil hak sulungnya di Jakarta. Sang kakak 4, sebuah sekolah top di Jakarta.
milik orang lain,” ungkap Harry. seorang dokter bernama Winda Lokasinya berada di Jl. Batu, Gambir,
Bahkan, karena nakalnya, Harry Azis. Usianya terpaut 16 tahun Jakarta Pusat. Dari Rawamangun,
sempat dijuluki teman-temannya dengan Harry. Harry selalu naik bus kota dengan
dengan “Pak Bandar” atau dalam tarif masih Rp25 kala itu. Di SMA
PARLEMENTARIA EDISI 108 TH. XLIII, 2013 57

