Page 24 - Transmisi Nilai-nilai Pertanahan di Kabupaten Magetan
P. 24
Pendahuluan
Bambang Irawan (2007), dalam karyanya yang berjudul “Fluktuasi
Harga, Transmisi Harga, dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah”,
menjelaskan bahwa semakin tinggi fluktuasi harga komoditas,
maka semakin rendah transmisi harga konsumen kepada petani
dan semakin rendah pula harga yang diterima petani. Kedua, Jonah BAB I
Berger (2011), dalam karyanya yang berjudul “Arousal Increases
Social Transmission of Information”, menjelaskan bahwa dalam
konteks komunikasi sebagai wujud transmisi sosial, ternyata orang
lebih senang berbagi informasi tentang penyebab sesuatu, daripada
berbagi informasi tentang sesuatunya itu sendiri; Ketiga, Yoshihisa
Kashima dan kawan-kawan (2012), dalam karyanya yang berjudul
“Social Transmission of Cultural Practices and Implicit Attitudes”,
menjelaskan bahwa transmisi budaya lebih banyak ditentukan
oleh rekonstruksi daripada oleh replikasi; Keempat, Maning Chen
Zhongtai, Wang Xiaohuan, dan Shi Xiuqing (2015), dalam karyanya
yang berjudul “Key Nodes Indentify in The Peasants Social Network
Based on Structural Hole Theory”, menjelaskan bahwa pemanfaatan
kelompok kunci dalam jejaring sosial petani (peasant) mampu
memperbaiki efisiensi transmisi informasi.
Dengan demikian istilah “transmisi” merupakan istilah
yang menarik, urgen, dan banyak diminati oleh pemerhati dan
praktisi sosial. Istilah ini semakin urgen saat dikaitkan dengan
pemberdayaan masyarakat, termasuk pemberdayaan petani. Telah
menjadi pengetahuan umum, bahwa pemberdayaan petani oleh
Pemerintah Kabupaten Magetan terus menerus dilakukan, sebagai
penghormatan atas peran dan kontribusi petani bagi keberhasilan
kabupaten ini di sektor pertanian (Pemerintah Kabupaten Magetan,
2014a, 2014b; dan Magetan Optimis, 2013). Hal inilah yang direspon
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Magetan dengan melakukan
pemberdayakan petani, yang di dalamnya “melibatkan” transmisi
nilai-nilai pertanahan.
4 Transmisi Nilai-Nilai Pertanahan 5