Page 286 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 286

GERAKAN AGRARIA TRANSNASIONAL

                 Mangaliso mengutip pernyataan ini ketika dia
            mengutarakan bahwa “kami ingin rakyat yang tinggal di
            tanah-tanah pertanian mulai menggarap tanah itu sekarang.
            [Kami tidak peduli] para petaninya mengatakan “stop
            menggarap di lahan kami”. Mereka yang tidak takut
            terhadap para petani itu harus mulai menggarap lahannya”
            (Wawancara). LPM mencoba mempengaruhi situasi Zim-
            babwe dengan mengancam akan mengokupasi lahan.
            Namun strategi tersebut menjadi bumerang bagi mereka.
            Sebagai respon terhadap penurunan ekonomi yang
            dihubungkan dengan dukungan kepada Zimbabwe,
            pemerintah Afrika Selatan yang mengkuatirkan kehilangan
            kepercayaan investor luar negeri terhadap munculnya
            model pengambilan lahan Zimbabwe, menangani secara
            keras setiap upaya okupasi dengan menerapkan kebijakan
            tanpa toleransi dan memotong strategi potensial utama
            LPM. Dalam sebuah pernyataan pers yang dikeluarkan
            pada bulan Maret 2004, ANC mendeklarasikan: “Afrika
            Selatan tidak akan mentoleransi kejahatan yang hanya
            ditujukan untuk membawa rakyat ke arah yang salah dan
            menciptakan kekacauan dan kerusuhan. Mereka yang
            berencana untuk secara sengaja mencemooh hukum dan
            mengokupasi lahan akan dikenakan kuasa hukum
            sepenuhnya … Jika LPM telah melegitimasi hal-hal yang
            berkaitan dengan proses restitusi tanah, dapat dan harus
            berurusan dengan departemen pemerintah yang
            bersangkutan” (dikutip dari Alexander 2004).
                 Tentu saja okupasi lahan di Afrika Selatan bukan
            merupakan sesuatu yang baru. Dalam perjuangan anti-
            Apartheid yang gigih, okupasi lahan dilakukan di seluruh
            negeri sebagai bagian dari sebuah taktik untuk membuat
            lahan tidak dapat dikuasai lawan. Seringnya okupasi-oku-
            pasi ini hanya bersifat simbolis dan sementara (Mngxitama
            2005, 17-18). Greenberg (2004a) menggambarkan okupasi
            tanah di masa Apartheid sebagai ‘senjata kaum yang


            272
   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291