Page 398 - Mozaik Rupa Agraria
P. 398
atas benda tersebut; tanda bukti mendahului klaim, bukan
klaim mendahului tanda bukti.
Terdapat dua istilah SG yang berbeda makna namun sering
dipertukarkan karena ketidaktahuan masyarakat atas
pengertian masing-masing, yaitu Sultanaat Grond dan Sultan
Grond (disebut pula Grant Sultan dalam UU Agraria RI).
Sultanaat Grond merujuk pada pengertian tanah institusi
Kesultanan berdasarkan Rijksblad van Kasultanan No 16
Tahun 1918, bukan tanah individu Sultan, sehingga tidak
dapat diwariskan, dan statusnya hapus menjadi tanah negara
menurut Diktum IV UU Agraria RI. Sultan Grond merujuk
pada tanah hak milik individu Sultan (eigendom), yang bisa
diwariskan maupun diperjual-belikan, dan dapat dikonversi
menjadi Hak Milik menurut UU Agraria RI sebelum 1980,
lewat tenggat 1980 Sultan Grond beralih menjadi tanah
negara. Hal serupa terjadi pada penyebutan PAG untuk
merujuk Paku Alamanaat Grond (tanah insitusi menurut
Rijksblad van Kadipaten Pakualaman Tahun 1918) dan Paku
Alam Grond (tanah eigendom Adipati Paku Alam menurut
Agrarische Wet).
Istilah Sultan Grond (tanah Sultan, Kagungan Dalem)
maupun Paku Alam Grond sering digunakan daripada istilah
Sultanaat Grond maupun Paku Alamanaat Grond untuk
merujuk maksud tanah Kasultanan maupun tanah Kadipaten
di seluruh DIY, terkecuali penggunaan istilah Sultan Grond
atau Paku Alam Grond terhadap tanah-tanah tersebut
memang dimaksudkan oleh Sultan atau Adipati Paku Alam
untuk menjadikannya sebagai tanah pribadi mereka.
Keluarga besar (trah) Sultan Hamengku Buwono ke-7
memaknai SG sebagai Sultan Grond semata, dengan
argumentasi bahwa Rijksblad van Kasultanan No 16 Tahun
Gerakan dan Perjuangan Agraria 385

