Page 414 - Kembali ke Agraria
P. 414
Kembali ke Agraria
struktur dan sistem keagrariaan kita melalui reformasi agraria besar
kemungkinan masuk ke jalur lambat, lalu terhenti total di persim-
pangan ketidakpastian.
Menjelang Pemilu 2009, para “calon pemimpin” sedang mene-
barkan seribu satu cara untuk merangsang publik calon pemilih
dengan motif untuk mendapat simpati yang berujung pada dukungan
pemilih. Semua kandidat bermimpi dipercaya dan dipilih rakyat pada
hari-H pemilu. Tak pelak, pemilu menjadi arena kontes politik yang
panas dan menegangkan. Situasi sosial politik ini menyisakan potensi
gesekan horizontal yang perlu diwaspadai bersama. Pemilu sebagai
mekanisme demokratis dalam membentuk pemerintahan yang mela-
yani kepentingan publik haruslah dihindarkan dari arena pertum-
bukan kepentingan sempit yang bisa mengoyak kebersamaan kita
sebagai bangsa.
Empat prasyarat
Adapun tertundanya pelaksanaan reforma agraria akibat resesi
ekonomi dan pemilu, mestinya menantang kita untuk kreatif mene-
mukan pintu-pintu baru guna terus menggulirkan urgensi realisasi
reformasi agraria. Sebagai bangsa yang cerdas, kita ditantang untuk
mengubah resesi ekonomi dan gejolak politik praktis sebagai mo-
mentum mengukuhkan agenda reformasi agraria di negeri tercinta.
Bisakah kita kreatif menjadikan “bencana” berubah “anugerah”?
Dari “ancaman” jadi “peluang”?
Bagi penulis, resesi ekonomi dan Pemilu 2009 akan memberi
makna positif jika diikuti empat prasyarat berikut. Pertama, harus
ada calon presiden yang akan bertarung dalam Pemilu 2009 yang
memiliki visi, misi dan program yang utuh dan kongkret untuk men-
jalankan reformasi agraria. Kesungguhan dan kesiapan capres untuk
menata sistem dan struktur agraria sehingga menjadi lebih adil dan
pro rakyat kecil akan menjadi perawat harapan dapat melajunya
kembali agenda reformasi agraria seusai Pemilu 2009.
Kedua, harus ada partai politik yang menempatkan reforma agraria
395

