Page 101 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 101
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
“menggiring” tentara untuk masuk terlibat dalam menga-
mankan perusahaan-perusahaan milik Belanda. Militer
(Angkatan Darat) lewat Keputusan Mayor Jenderal
Nasution, 13 Desember 1957 memerintahkan/melarang
tindakan penyitaan lebih lanjut dan menegaskan semua
perusahaan yang telah disita masuk pada kontrol militer.
Nasution memerintahkan agar tentara bersedia mengelola
perusahaan-perusahaan yang disita, dan sejak itu dimulai
era baru, tentara menjadi kekuatan ekonomi yang penting
di republik Indonesia (Ricklefs, 2005). Respons ini meru-
pakan awal pertama kalinya militer masuk dalam dunia
usaha dengan memanfaatkan situasi “ketidaktertiban”
kaum buruh yang mengambil alih perusahaan-perusaha-
an Belanda. Tentu saja pada awalnya, masuknya militer
untuk mengamankan aset Belanda yang harus dikuasai
negara, karena perjanjian KMB memerintahkan ganti
rugi, maka jika aset usaha Belanda jatuh ke tangan yang
tidak bertanggung jawab, Indonesia tidak bisa membayar
ganti ruginya.
Sebenarnya, yang cukup menarik untuk diperhatikan,
lewat perintah Nasution, tentara sudah mulai menguasai
sumber-sumber ekonomi eks Belanda jauh sebelum UU
Nasionalisasi lahir, khususnya saat Belanda mulai mening-
galkan Indonesia pasca perjanjian KMB. Adam Soepardjan
seorang buruh perusahaan Belanda di Surabaya dalam
sebuah kesaksiannya menjelaskan dengan jelas bagaimana
perintah Nasution itu dijalankan ketika pengambilalihan
Machinefabriek Braat N.V-PN Barata (Wasino, 2013),
sebuah perusahaan eks Belanda terjadi:
65

