Page 288 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 288
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
kemudian perencanaan PPAN menghadapi tantangan dan
hambatan yang muncul di dalam praktiknya sehingga
terjadi proses negosiasi dan kompromi (Mulyani et al.,
2011). Kendala lintas sektoral baik di nasional maupun di
daerah berakibat pada persoalan keketerpaduan antara
asset reform dan access reform. Bila diperoleh dukungan
antar lapisan dan para pihak termasuk pada aspek teknis,
semestinya tidak perlu timbul persoalan di antaranya ke-
sulitan infrastruktur dan sarana produksi, kendala akses
modal, terbatasnya dukungan distribusi pemasaran dan
program penunjang lainnya. Pelaksanaan PPAN sebagian
mengidap persoalan tersebut di lokasi tertentu, sementara
di lokasi lain sebagian memperoleh program penunjang
atau dukungan dari stakeholder lain. Akibat gagalnya
dukungan stakeholder lain, proyek PPAN tak ubahnya
menjadi proyek legalisasi aset, sama dengan kegiatan
administrasi lainnya, yang berfokus pada pendaftaran
tanah.
Mulyani (2011) menyebut bahwa langkah pragmatis
yang dapat dilakukan dalam menjalankan PPAN antara
lain dengan cara:
1. Memilih tanah obyek Landreform;
2. Memilih tanah yang clear dan clean dari sisi sengketa
pertanahan; dan
3. Memilih program sertifikasi untuk penguatan hak.
Mahmud & Aprianto (2017) melihat bahwa walaupun
sertifikasi merupakan salah satu cara untuk memperkuat
kemananan tenurial, namun pemeriksaan kembali secara
252

