Page 41 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 41

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          lebih  dikenal dengan  Undang-Undang Pokok  Agraria
                          (UUPA).
                              Pada periode awal Indonesia merdeka, negara dalam
                          kondisi yang serba terbatas baik Sumber Daya Manusia
                          maupun keuangannya, sementara di sisi lain kebutuhan
                          penyelesaian  persoalan  tanah dan  penataan  yang  adil
                          sangat diharapkan. Perangkat kelembagaannya belum siap
                          untuk  melakukan  penataan,  sehingga  transisi  dari
                          Departemen Dalam Negeri ke Kementerian Agraria belum
                          banyak  menghasilkan sesuatu.  Bahkan dalam  catatan,
                          hampir 7 tahun setelah keberadaan Kementerian Agraria
                          (1951-1957)  semua kebutuhan  dan  penyatuan  elemen
                          agraria baru  bisa disatukan dalam satu atap, di bawah
                          Kementerian Agraria (Keppres No. 190 Tahun 1957 dan
                          UU No. 7 Tahun 1958). Setelah berhasil disatukan dalam

                          sebuah  lembaga  bernama  Kementerian  Agraria itulah
                          pekerjaan penataan kelembagaan telah berhasil menye-
                          lesaikan beberapa kelengkapan hukum dan melahirkan
                          RUU Pokok Agraria (1948-1960). Pasca UUPA lahir, kemu-
                          dian menyusul produk-produk hukum operasional lain-
                          nya terkait penataan agraria. Gagasan besar yang muncul
                          dan bersejarah adalah penataan kelembagaan pertanahan
                          dari pusat hingga kabupaten kota dan penataan  tanah
                          lewat  kebijakan Landreform. Namun sayang, penataan
                          baru mulai berjalan, situasi politik nasional berubah yang
                          menyebabkan kegagalan kebijakan landreform. Di tengah
                          situasi tersebut (1966), perubahan lembaga agraria tidak
                          bisa dihindarkan, sehingga semakin memperlemah pena-
                          taan tanah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia (Salim

                                                                               5
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46