Page 93 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 93
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
bisa langsung mengklaim harta tersebut sebagai milik
negara sekalipun Belanda telah meninggalkan Indonesia
(Jawatan Penerangan, 1949). Semua hak-hak Belanda itu
hanya dapat disentuh jika terkait untuk kepentingan
umum melalui jalan “minnelijke schikking” (jalan damai/
penyelesaian damai), namun tetap dengan cara ganti
kerugian lewat keputusan hakim. Secara tidak langsung,
kesepakatan inilah yang kemudian melahirkan UU No. 1
Tahun 1952 tentang Penetapan Undang-undang Darurat
Nr. 2 Tahun 1951 tentang Perubahan “Rechtnordonnantie”
(Staatblad 1882 No. 240 jo Staatblad 1931 No. 471) sebagai
Undang-undang, lalu UU No. 24 tahun 1954 tentang
Pemindahan Hak Tanah-tanah dan Barang-Barang Tetap
yang Lainnya yang Bertakluk kepada Hukum Eropa, ke-
mudian UU No. 28 tahun 1956 tentang Pengawasan Ter-
hadap Pemindahan Hak Atas Tanah-tanah Perkebunan.
Lewat UU tersebut diatur kesepakatan sebagaimana yang
tertuang dalam KMB di Belanda. Pada UU No. 1/1952 telah
diatur bagaimana proses pemindahan barang-barang milik
warga Belanda yang akan dikeluarkan dari Indonesia,
kemudian dilanjutkan dengan pengawasan pemindahan
tanah-tanah dan perkebunan Belanda dengan konversi
(Soedargo, 1962). Inilah pangkal persoalan harta warisan
Belanda di Indonesia yang menyisakan banyak persoalan
kemudian hari. “Kekalahan” atas perundingan KMB diang-
gap oleh banyak pihak sebagai sumber persoalan dan men-
jadi beban hutang sejarah yang panjang sekaligus kemu-
dian diperhitungkan sebagai hutang Indonesia kepada
Belanda.
57

