Page 910 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 910

Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007




                dijalankan dengan benar dan baik,  akan menjadi  landasan bagi pembangunan –
                termasuk pengembangan industrialisasi – nasional yang kokoh.
                    Inti dari  reforma agraria adalah  landreform dalam  pengertian redistribusi
                pemilikan dan penguasaan tanah. Meskipun demikian  landreform tidak akan
                berhasil  jika tidak  didukung oleh program-program penunjang seperti pengairan,
                perkreditan, penyuluhan, pendidikan, pemasaran,  dan sebagainya 9 . Tuma (1965)
                menyimpulkan bahwa “landreform” dalam pengertian  luas  akhirnya dapat
                disamakan dengan “agrarian reform” (reforma agraria), yakni suatu upaya untuk
                mengubah struktur agraria demi terciptanya tujuan sebagaimana disebutkan di atas.
                Jadi reforma agraria dapat diartikan sebagai landreform plus 10 .
                    Penataan  ulang  struktur penguasaan tanah  (landreform),  bukan saja akan
                memberikan  kesempatan kepada sebagian  besar  penduduk yang masih
                menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian  untuk meningkatkan  taraf
                kehidupannya. Lebih dari itu, landreform bukan hanya akan suatu dasar yang kokoh
                dan stabil  bagi  pembangunan ekonomi dan sosial, tetapi juga  menjadi dasar bagi
                pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka
                kesempatan untuk terjadinya  proses  pembentukan modal (capital formation) di
                pedesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh. Selain itu,
                ia  juga akan memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok petani
                miskin di pedesaan di dalam ikatan-ikatan sosial pada masyarakatnya. Memberikan
                tanah kepada para  petani miskin yang selama ini terpinggirkan, seperti dikatakan

                Yale University Press); Prosterman, Roy L. dan Jeffrey M. Riedinger (1987), Land Reform and Democratic
                Development (Baltimore: John Hopkins Univ. Press); Putzel, James (1992), The Captive Land: the Politics of
                Agrarian  Reform in the  Philippines (London:  CIIR); Sobhan, Rehman (1993),  Agrarian Reform  and  Social
                Transformation: Preconditions for  Development (London: Zed  Books);  Setiawan, Bonnie (1997),  “Konsep
                Pembaruan Agraria: Sebuah Tinjauan Umum”, dalam Reformasi Agraria: Perubahan Politik, Sengketa, dan
                Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi, dan Bonnie Setiawan (ed.), hal. 3–
                38 (Jakarta: Penerbit Fakultas  Ekonomi  Univ.  Indonesia); Wiradi  (2000),  Reforma Agraria; Borras  Jr.,
                Saturnino M. (2004), Rethinking Redistributive Land Reform: Struggles for Land and Power in the Philippines,
                Phd Thesis at the Institute for Social Science, The Hague, The Netherlands; dan Eric, Eckholm (tt), “Orang-
                orang yang Tergeser: Land Reform dan Pembangunan yang Mantap”, dalam Seri Wawasan, hal. 28-62.
                9  Lihat, misalnya, dokumen Kelompok Studi Pembaruan Agraria (2001), Ketetapan MPR RI tentang Pembaruan
                Agraria  sebagai  Komitmen  Negara Menggerakan Perubahan  menuju Indonesia yang Lebih Baik, masukan
                Pemikiran dari Kelompok Studi Pembaruan Agraria Disampaikan kepada Badan Pekerja II MPR-RI pada 21
                Mei 2001.
                10
                  Istilah reforma agraria dan landreform itu sendiri sering dipergunakan secara bertukaran untuk makna (dalam
                pengertian) yang sama. Lihat Wiradi, Gunawan (1984), “Pola Penguasaan Tanah dan Reforma Agraria”, dalam
                Dua Abad Penguasaan Tanah di Indonesia: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa,
                Sediono MP Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (ed.), hal. 286-382 (Jakarta: Gramedia), khususnya hal. 312-
                313.

                                                                  863
   905   906   907   908   909   910   911   912   913   914   915