Page 110 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 110
Yogyakarta hanya dilakukan berdasarkan persyaratan yang normatif,
sehingga jika kelengkapan dokumen persyaratan sudah terpenuhi
maka proses perizinan langsung ditindaklanjuti tanpa memperhatikan
hal-hal yang substantif atas kebenaran dari dokumen tersebut. Seperti
penuturan dari Moh. Imam Santoso, S.IP selaku Ketua Pokja Bidang
Sosialisasi, Kerjasama, dan Penguatan Jaringan (SKPJ) di LO DIY,
mengungkapkan bahwa:
“...bahwa sosialisasi dan foto di Pajeksan...menggambarkan
bukan orang lokal, cuma pedangang di situ. Yang menarik adalah
Dinas Perizinan atau Pemkot yang penting ada tandatangan
sosialisasi cukup. Kalau saya biar aman, rentan konflik ada dua;
daftar hadir untuk mengikuti sosialisasi, kedua kesepakatan
dan catatan sosialisasi yang ditandatangani pula sesuai dengan
kesepakatan yang ada, bukan absensi sosialisasi yangdipakai....
Dinzin sederhana mbak,..kalo udah ada tandatangan pejabat
sampai kecamatan dan kelurahan...yang penting itu....”
Pendapat yang diutarakan oleh Moh. Imam Santoso, S.IP
tersebut, tidaklah salah karena memang selama ini semua proses
dalam pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah terutama yang
berkaitan dengan perizinan yang membutuhkan beberapa dokumen
persyaratan, hanya sebatas pemenuhan dokumen saja, namun tanpa
disertai kewenangan untuk menguji apakah dokumen tersebut asli
atau palsu.
Selain itu terkait dengan prosedur sosialisasi warga dalam
rangka perolehan izin pembangunan, selama ini terkesan dilakukan
hanya sebagai formalitas; bahkan kebanyakan isi sosialisasi tersebut
disampaikan beda dengan maksud dan tujuan sebenarnya. Ini menjadi
Berebut Ruang dan Tanah di Kota Istimewa 95