Page 406 - Ayah - Andrea Hirata
P. 406

Ayah ~ 393


            mana pun aku merantau, setiap ada kesempatan, sesingkat

            apa pun, aku pulang untuk melihat ayah dan ibuku.
                 “Apa yang akan kau kerjakan di Belitong, Miru?” tanya-
            ku.
                 “Aku mau membuka kios reparasi elektronik, seperti kios
            Bang  Syarif Miskin,” katanya  sambil tersenyum. “Apalagi,

            sekarang aku sudah tahu cara kerja gelombang radio.” Dia
            tersenyum lagi.
                 Sesuai dengan rencananya, Amiru membuka kios repa-
            rasi elektronik di Pasar Belantik. Nama kiosnya pun sama de-
            ngan nama kios Syarif Miskin, Gaya Baru. Setiap hari Sabari
            membantunya di kios itu. Tekun dia menyolder, membuka,
            atau menguatkan baut-baut, mengelap apa pun yang bisa di-
            lap dan tentu saja menggulung kabel-kabel. Tak bisa dia me-

            lihat kabel yang centang perenang.
                 Setelah lama saling berkirim surat, pada 2011, Larissa
            dan ayahnya, Brother Niel Wuruninga, mengunjungi  Bali.
            Setelah itu, mereka mengunjungi Sabari dan Amiru di Be-
            litong. Mereka adalah orang asing pertama yang mengun-

            jungi Kampung Belantik. Oleh karena itu sambutan untuk
            mereka luar biasa. Rumah Sabari ramai. Tetangga berebut
            melihat penduduk asli Australia itu melalui jendela dan terpe-
            sona menyaksikan Brother Niel meniup didgeridoo, alat musik
            tradisional Aborigin yang kemudian ditinggalnya sebagai ke-
            nang-kenangan. Sabari pun memberi Brother Niel gendang
            kelinang. Gendang musik Melayu kuno yang hampir punah.
   401   402   403   404   405   406   407   408   409   410   411