Page 17 - E-Modul Sejarah Perjuangan R.M Tirto Adhi Seordjo
P. 17
masyarakat tanpa didasari alasan yang jelas. Melihat penyalahgunaan wewenang itu Tirto
Adhi Soerjo menyebut A Simon sebagai snotaap (monyet ingusan) dalam tulisannya
(dinukil dari Medan Prijaji, no 19 dan 20, tahun III, 1909, hlm, 224-235 dan 224-258,
dengan judul asli “Presdelict: Oempatan dan Penistaan: Aspirant Controleur A. Simon
contra R.M Tirto Adhi Soerjo, Hoofdredaktur Medan Prijaji” (Arifin 2018:30). Sehingga
pada tanggal 18 oktober 1909, Tirto Adhi Soerdjo mendapatkan hukuman berupa
pengasingan di Teluk Betung, Lampung.
Walaupun berada di pengasingan, jiwa jurnalis yang dimiliki Tirto Adhi Soerdjo
untuk terus menyarakan keadilan tidak serta merta padam. Selama di pengasingan, Tirto
Adhi Soerdjo terus menulis hingga tulisan-tulisannya kemudian diberi judul “Oleh-oleh
dari tempat pembuangan”. Salah satu peristiwa yang ditulis Tirto Adhi Soerdjo terkait
kekejaman seorang oknum Eropa yang mempekerjakan bangsa Tionghoa selama
berbulan-bulan tetapi tidak memberikan upah, dan memperlakukan buruh tersebut dengan
kejam sehingga 3 diantara buruh itu meninggal dunia. Tirto Adhi Soerdjo juga mengkritisi
sikap pemerintah kolonial Belanda yang bungkam dan tidak mengusut peristiwa tersebut.
Selain itu, pihak kolonial Belanda juga tidak memberikan perlindungan kepada buruh
tersebut.
Dari hal tersebut, dapat diketahui tentang sosok Tirto Adhi Soerdjo yang
merupakan perintis pers nasional yang memperjuangkan hak-hak kaum tertindas dengan
tetap menggelorakan konsep kebangsaan tanpa membedakan agama, ras dan status sosial.
Tirto Adhi Soerjo telah berhasil menanamkan benih-benih kesadaran kebangasaan atau
nasionalisme melalui surat kabarnya, kemudian semangat kesadaran kebangsaan itu
berubah menjadi ideologi organisasi yang sampai pada cita-cita pembentukan suatu
bangsa.
8