Page 22 - Modul Sejarah Lokal Tokoh Perjuangan Lampung
P. 22
11
Orang Lampung memiliki sruktur hukum adat tersendiri. Memiliki bahasa dan
juga merupakan salah satu suku bangsa yang mengembangkan aksara yang disebut Had
Lampung. Orang Lampung atau yang bisa disebut ulun Lampung adalah masyarakat
beradat Lampung yang tinggal di daerah yang bertepatan di ujung pulau Sumatera.
Ulun Lampung menurut adat istiadat adalah ulun Lampung yang beradat Pepadun dan
ulun Lampung yang beradat Saibatin serta ulun Lampung asli yang berasal dari
keturunan sekala berak yang berbudaya dan berbahasa Lampung. Saibatin merupakan
sebutan kepada salah satu suku asli Lampung yang berasal dari Sekala Berak,
kemudian menyebar ke wilayah pantai yang bermula dari pesisir barat hingga ke
selatan ujung Pulau Sumatera. Sedangkan yang menyebar di wilayah pedalaman
mengikuti alur sungai disebut Lampung Pepadun.
Dilihat dari segi geografis penyebarannya, orang Lampung Pepadun bermukim
daerah-daerah pedalaman seperti Abung, Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang, serta
Pubian. Sementara Lampung Saibatin pada umumnya menempati daerah pesisir
sepanjang Teluk Betung, Teluk Semaka, Krui, Belalau, Liwa, Pesisir, Rajabasa,
Melinting, dan Kalianda. Namun ada pula yang tinggal di luar Provinsi Lampung,
yakni Komering dan Ranau di Sumatera Selatan, serta Cikoneng di Banten. Ulun
Lampung memiliki adat istiadat dan kebudayaan yang lengkap serta masih terjaga dan
terus diwariskan secara turun temurun. Salah satu yang sangat penting ialah ulun
Lampung memiliki falsafah hidup yang disebut dengan Piil Pesenggiri (rasa harga diri)
yang merupakan nilai sosial sebagai tatanan moral dan pedoman dalam bersikap,
bertingkah laku dan bertindak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Piil Pesenggiri merupakan konsep besar dari satu kesatuan tata nilai yang saling
berkait untuk membentuk karakter ideal orang Lampung. Adapun unsur-unsur
pembentuknya terdiri dari: Juluk Buadek (bernama bergelar), Nemui Nyimah (terbuka
tangan atau santun), Nengah Nyappur (hidup bermasyarakat), Sakai Sambayan (tolong
menolong atau gotong royong) dan berpedoman pada Titie Gemattei adat (Sabaruddin,
2012).

