Page 30 - Modul Sejarah Lokal Tokoh Perjuangan Lampung
P. 30

19




                        Khusus di Lampung, kepemilikan tanah tetap dianggap milik keluarga atau marga,
                        namun kewenangan adat untuk mengelola tanah semakin dibatasi. Hak ulayat hanya

                        sebatas izin mengurus tanah atas nama pemerintah kolonial. Dengan kata lain, Belanda
                        tetap  berusaha  mengendalikan  tanah-tanah  adat.  Sistem  Marga  Stelsel  ini

                        menempatkan marga sebagai pemerintahan lokal paling bawah, tetapi posisinya lemah

                        karena selalu berada di bawah kontrol kolonial (Putri, 2017).


                        Bagi wilayah kolonisasi (seperti daerah transmigrasi), Belanda membagi lagi ke dalam
                        onderdistrict yang dipimpin oleh pejabat pribumi, misalnya asisten wedana, demang,

                        atau asisten demang. Di tingkat paling bawah, Belanda tetap mengakui sistem adat
                        Lampung dengan menunjuk penyimbang marga sebagai kepala marga yang bergelar

                        Pesirah. Pesirah bertugas memimpin kepala kampung dan kepala suku. Dengan cara
                        ini, Belanda mempertahankan keberadaan pemimpin lokal, tetapi sekaligus mengikat

                        mereka dalam sistem kolonial. Strategi ini cerdik, karena Belanda bisa memanfaatkan

                        tokoh adat untuk menjaga stabilitas, sementara kekuasaan sesungguhnya tetap berada
                        di tangan kolonial (Putri, 2017).


                        Dengan demikian, pemerintahan kolonial di Lampung menunjukkan pola kontinuitas

                        dan perubahan. Di satu sisi, sistem adat tetap dipertahankan agar masyarakat merasa
                        tidak tercerabut dari tradisinya. Namun di sisi lain, kekuasaan kolonial masuk ke dalam

                        struktur  itu,  mengendalikan  para  pemimpin  lokal,  dan  mengurangi  kedaulatan
                        masyarakat  adat.  Bagi  peserta  didik,  mempelajari  sistem  ini  penting  agar  kita  bisa

                        memahami bagaimana Belanda tidak hanya menaklukkan dengan senjata, tetapi juga

                        dengan politik struktur  sosial:  memanfaatkan marga dan tokoh  adat  sebagai  sarana
                        memperkokoh kolonialisme.


                        c.  Kerajaan-Kerajaan Di Lampung Beserta Coraknya


                         Sebelum Belanda menguasai  Lampung,  masyarakat  di  wilayah ini telah memiliki
                        sistem  pemerintahan  adat  yang  disebut  keratuan.  Menurut  Hilman  Hadikusuma,

                        keratuan dipimpin oleh seorang punyimbang tertua yang mengatur buway (keturunan)

                        dan bumi (tanah asal). Punyimbang ini membawahi unit yang lebih kecil, mulai dari
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35