Page 3 - OBESITAS PADA REMAJA (1)
P. 3

Weni Kurdanti, dkk: Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja

            11 provinsi yang memiliki kegemukan pada remaja usia   ini adalah semua  siswa-siswi  di  SMA tersebut  kelas
            16-18 tahun di atas prevalensi nasional, salah satunya   X  dan  XI  pada  periode  penelitian.  Berdasarkan  hasil
            adalah  provinsi  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  (DIY)   perhitungan  besar  diperoleh  besar  sampel  minimal
            dengan  persentase  sebesar  4,1%.  Sementara  itu,  pada   sebanyak 71 sampel. Perbandingan antara sampel kasus
            penduduk  usia  di  atas  18  tahun,  tercatat  kasus  kurus   dan kontrol adalah 1:1 sehingga total sampel penelitian
            sebesar 12,6% dan 21,7% gabungan kategori berat badan   adalah  144  sampel  yang  terdiri  dari  72  sampel  kasus
            lebih (overweight) dan obesitas. Prevalensi kegemukan   dan  72  sampel  kontrol.  Pada  penelitian  ini  dilakukan
            (overweight) relatif lebih tinggi pada remaja perempuan   matching  secara  berpasangan  antara  kelompok  kasus
            dibanding dengan remaja laki-laki (1,5% perempuan dan   dan kontrol berdasarkan umur, jenis kelamin, dan asal
            1,3% laki-laki) (2).                             sekolah atau peer group. Kriteria inklusi kelompok kasus
                 Faktor  penyebab  obesitas  pada  remaja  bersifat   adalah  siswa-siswi  yang  memiliki  status  gizi  obesitas
            multifaktorial.  Peningkatan  konsumsi  makanan  cepat   (> +2SD) berdasarkan indeks massa tubuh berdasarkan
            saji (fast food), rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik,   umur (IMT/U); umur 15-18 tahun; dan bersedia menjadi
            pengaruh iklan, faktor psikologis, status sosial ekonomi,   responden (informed consent). Sementara kriteria inklusi
            program  diet,  usia,  dan  jenis  kelamin  merupakan   kelompok  kontrol  adalah  siswa-siswi  yang  memiliki
            faktor-faktor  yang  berkontribusi  pada  perubahan   status gizi obesitas (> +2SD) berdasarkan IMT/U; umur
            keseimbangan  energi  dan  berujung  pada  kejadian   15-18 tahun; dan bersedia menjadi responden (informed
            obesitas  (3).  Berdasarkan  hasil  survei  pendahuluan   consent). Kriteria eksklusi adalah siswa-siswi yang tidak
            menunjukkan bahwa persentase remaja obesitas di SMA   hadir pada saat penelitian.
            N  9  Yogyakarta  sebesar  15,83%  sedangkan  menurut   Variabel bebas adalah asupan zat gizi makro, asupan
            penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa persentase   serat, pola konsumsi fast food, pola konsumsi makanan/
            obesitas pada remaja di SMA N 6 Yogyakarta sebesar   minuman manis, aktivitas fisik, faktor psikologis (harga
            64%.  Penelitian  ini  menganalisis  multifaktor  yang   diri), faktor genetik, dan asupan sarapan pagi, sedangkan
            mungkin berkontribusi terhadap terjadinya obesitas pada   variabel terikat adalah kejadian obesitas. Status obesitas
            remaja yaitu dari faktor asupan makan (zat gizi makro,   adalah  status  gizi  berdasarkan  berat  badan  dan  tinggi
            asupan serat, asupan sarapan pagi, pola konsumsi fast   badan  yang  dilihat  menggunakan  indeks  IMT/U
            food, pola konsumsi makanan/minuman manis); faktor   berdasarkan z-score menurut World Health Organization
            aktivitas fisik; faktor psikologis (harga diri); dan faktor   (WHO) 2005 untuk kelompok umur 15-18 tahun (obesitas
            genetik.  Mengingat  prevalensi  obesitas  terutama  pada   > 2 SD dan tidak obesitas ≤ 2 SD). Asupan zat gizi makro
            remaja di Kota Yogyakarta cukup tinggi dan berada di atas   (energi, protein, dan lemak) adalah jumlah energi, protein,
            prevalensi nasional maka penelitian ini perlu dilakukan   dan lemak yang dikonsumsi subjek selama waktu tertentu
            dengan  tujuan  untuk  mengetahui  faktor-faktor  yang   dalam satuan g/hari yang dikategorikan lebih (> 100%
            mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja.      AKG) dan cukup (≤ 100% AKG) (4). Sementara asupan
                                                             serat  dikategorikan  menjadi  kurang  (<19  g/hari)  dan
            BAHAN DAN METODE                                 cukup (≥19 g/hari).
                                                                   Lebih lanjut, pola konsumsi fast food mencakup
                 Penelitian ini  termasuk  penelitian  observasional   frekuensi  dan  jumlah  fast  food  yang  dikonsumsi.
            dengan desain atau rancangan penelitian case control.   Frekuensi konsumsi fast food adalah jumlah kali makan
            Kasus adalah remaja dengan obesitas dan kontrol adalah   dalam 6 bulan terakhir dengan cut off point dikategorikan
            remaja non-obesitas. Penelitian dilaksanakan di Sekolah   sering jika skor frekuensi konsumsi fast food ≥ 24,5 (nilai
            Menengah Atas Negeri (SMAN) Kota Yogyakarta yaitu   median  skor  frekuensi  fast  food  secara  keseluruhan)
            SMA 1 BOPKRI, SMA 2 BOPKRI, SMAN 6 Yogyakarta,   sedangkan  jumlah  energi  fast  food  diperoleh  dari
            SMAN 9 Yogyakarta, dan SMA N 3 Yogyakarta pada   sejumlah makanan fast food baik di rumah atau di luar
            bulan  Mei-November  2014.  Populasi  pada  penelitian   rumah  dengan  cut  off  point  dikategorikan  tinggi  jika



              180 • Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol. 11, No. 4, April 2015
   1   2   3   4   5   6   7   8